IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih Muamalah
Dosen
Pengampu: Imam Mustofa, M.S.I.
Disusun Oleh
Frida Umami (1502100054)
Kelas A
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
2016
A.
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk
sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengenai hal tersebut manusia perlu
melakukan transaksi dengan lainnya. Kegiatan jual beli merupakan salah satu
bentuk transaksi.
Dewasa ini banyak
pengklasifikasian dalam hal jual beli. Seperti halnya jual beli salam, Salam
merupakan bentuk jual beli dengan membayar dimuka dan penyerahan barang
dikemudian hari dengan harga,
spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta
disepakati sebelumnya dalam perjanjian. Mengenai hal tersebut saya akan
membahas Makalah tentang “IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LKS”.
Kajian tentang “IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LKS” penting untuk
disajikan pada kelas Perbankan Syariah, karena didalamnya membahas mengenai
penerapan dan cara melakukan jual beli dalam sistem salam di dalam lembaga
keuangan syariah khususnya bank syariah.
Kajian dalam makalah ini
berdasarkan kajian dalam buku yang berkaitan langsung dengan masalah “IMPLEMENTASI
JUAL BELI SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”. Kajian makalah ini dimulai
dari tahap pelaksanaan jual beli salam,
pengaplikasian jual beli salam hingga keuntungan yang bermanfaat bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli salam.
A.
PEMBAHASAN
1.
Implementasi Jual Beli Salam dalam LKS
Salam adalah akad pesanan barang yang
disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan
uangnya terlebih dahulu.[1]Salam merupakan bentuk jual
beli dengan membayar dimuka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced
payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah
kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya
dalam perjanjian. Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat
transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian
dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai
berat, ukuran, dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu
mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat
dijadikan objek salam (Al-Omar dan Abdel –Haq,1996).[2]
Transaksi ba’i salam merupakan transaksi yang biasanya dilakukan bukan oleh pedagang.
Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh bank syariah
sebagai instrumen pembiayaan, yaitu yang disebut paralel salam. Paralel
salam adalah back-to-back sales contract.[3]
Salam paralel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh
nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan
barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang kemudian LKS
memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen.[4]
Pembayaran oleh nasabah kepada bank dapat dilakukan dimuka pada saat
ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada saat penyerahan barang (salam
wal bai’u muthlaqah ) atau dengan cara mengangsur (salam wal murabahah).
Apabila pembayaran oleh
nasabah dilakukan secara tunai atau dengan cara mengangsur, biasanya bank
mensyaratkan agar nasabah terlebih dahulu membayar sejumlah uang muka yang
diperlukan.[5]
Tahapan pelaksanaan salam dan salam
paralel menurut SOP bank syariah
·
Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang
jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.
·
Wa’ad
nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang
yang disepakati.
·
Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang
dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
·
Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah
pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan
pada waktu yang telah ditentukan.
·
Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal
akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk
diansur).
·
Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah
produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan
pada waktu yang telah ditetukan.
·
Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli
oleh nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan.
·
Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah
produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan.[6]
2.
Implementasi Akad Salam Dalam Produk Pembiayaan Perbankan
Syariah
SEBI No. 10/14/DPbs tertanggal 17 Maret 2008
memberikan ketentuan implementasi akad salam dalam produk pembiayaan sebagai
berikut:
·
Bank bertindak baik sebagai pihak peyedia dana maupun
sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah
yang bertindak sebagai penjual barang;
·
Barang dalam transaksi salam adalah objek jual
beli dengan spesifikasi, kualitas, jumlah jangka waktu, tempat dan harga yang
jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler dipasar, serta bukan objek
jual beli yang sulit diidentifikasi ciri-cirinya dimana antara lain nilainya
berubah-ubah tergantung penilaian subyektif;
·
Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai
karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan
kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan bank indonesia mengenai
transparasi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
·
Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan
atas dasar salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal
berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara
lain meliputi analisa kapasitas usaha (condition);
·
Bank dan nasabah wajib munuangkan kesepakatan dalam
bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam;
·
Pembayaran atas dasar nasabah oleh bank harus dilakukan
di muka secara penuh yaitu pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar akad salam
disepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiyaan atas dasar akad
salam disepakati; dan
·
Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam
bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank. [7]
3.
Aplikasi pembiayaan salam
·
Tujuan pembiayaan salam
Pembiayaan salam diutamakan untuk
pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam
melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada
saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Dengan
melakukan transaksi salam, maka petani
dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.
·
Hasil produksi dari pertanian, perkebunan dan peternakan
harus diketahui dengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti:
jenis, macam, ukuran, kualitas dan
kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang
telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat, maka produsen harus
bertanggung jawab.
·
Harga
Ketentuan harga jual ditetapakan
diawal perjanjian dan tidak boleh berubah selama jangka waktu perjanjian. Harga
dalam jual beli antara bank syariah dan nasabah produsen lebih rendah dibanding
harga jual beli antara bank dan produsen dengan harga antara bank dan pemesan
menjadi keuntungan salam.
·
Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu
paling lama satu tahun.[8]
Penyerahan barang
·
Pejual wajib menyerahkan barang tepat waktu dengan
kualitas dan kuantitas yang disepakati;
·
Bila penjual menyerahkan barang , dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga;
·
Jika penjual menyerahkan barang , dengan kualitas yang
rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta
pegurangan harga;
·
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang telah disepakati dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga. [9]
Jika
semua /sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli
memiliki dua pilihan:
·
Menolak atau menerima barang atau meminta pengembalian
dana;
·
Meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang
lainnya yang sejenis dan/atau memiliki nilai yang setara; atau
·
Menunggu barang hingga tersedia. Kemudian dalam hal bank
menerima barang dengan kualitas lebih tinggi maka bank tidak wajib membayar
tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan dalam
hal bank menerima barang dengan kualitas lebih rendah maka bank tidak diperkenankan untuk menerima potongan
harga (discount), kecuali dalam kesepakatan kedua belah pihak.[10]
Pembatalan
kontrak dapat dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak, dan jika
terjadi kepada kedua belah pihak , maka persoalannya diselesaikan melalui
pengadilan agama sesuai dengan UU No.3/2006 Setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah. Para pihak juga dapat memilih BASYARNAS dalam penyelesaian
sengketa. Tetapi jika lembaga ini yang dipilih dan disepakati sejak awal
tertutuplah peranan pengadilan agama. [11]
Penerimaan
Pembayaran Salam
Kebanyakan
para ulama mengaharuskan pembayaran salam dilakukan ditempat kontrak.
Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam
(pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi, pembayaran salam
tidak bisa dalam bentuk pembebasan hutang yang harus dibayar oleh muslam
‘alaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui
mekanisme salam.[12]
Ilustrasi
Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam
dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan pada sektor pertanian, perkebunan,
dan peternakan. Untuk mempermudah pemahaman pembiayaan salam, maka
dibawah ini diberikan ilustrasi:
Misalnya, anton (petani) sedang
membutuhkan dana untuk menanam padi. Anton mengajukan pembiayaan pada bank
syariah. Sebelum memberikan pembiayaan kepada anton, bank syariah menawarkan
padi kepada PT Bima dengan harga Rp.6000,-/kg. Pt Bima setuju akan membeli 10
ton padi dengan harga Rp.6000,-/kg, yang mana padi ini akan dikirim pada
tanggal 01 september 2010. Pada tanggal 01 mei 2010, bank syariah membeli 10
ton padi dari anton dengan harga Rp.5000,-/kg. Bank syariah melakukan
pembayaran pada saat akad salam yaitu pada tanggal 01 mei 2010, namun padinya
akan dikirim oleh anton pada tanggal 01 september 2010 sesuai akad.pembayaran
oleh PT Bima dilakukan pada tanggal 01 september 2010.
Dari contoh tersebut , maka keuntungan
bank syariah atas transaksi salam paralel ini adalah sebesar Rp.10.000.000,-
dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga beli dari Anton : 10.000 kg x Rp. 5.000,- = Rp. 50.000,-
Harga jual kepada PT Bima :
10.000 kg x Rp. 6.000,- = Rp.
60.000,-
Marjin keuntungan salam. =
Rp. 10.000.000,-
Keuntungan sebesar Rp.10.000.000,- itu
diperoleh bank syariah untuk jangka waktu mulai dari 01 mei 2010 hingga 01
september 2010.[13]
4.
Keuntungan
menggunakan skema salam
Skema
transaksi salam tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring dengan
meningkatnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara
khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses
pendanaan petani, penggunaan skema salam relatif lebih tepat dan lebih
menguntungkan dibanding skema lainnya.
Keuntungan menggunakan skema
salam antara lain:
a.
Bagi petani
Skema salam dengan pembayaran dimuka akan
sangat membantu petani dalam membiayai kebutuhan petani dalam memproduksi barang pertanian. Dengan
demikian, petani memiliki kesempatan dan dorongan yang lebih besar untuk
meningkatkan kapasitas produksinya agar dapat menghasilkan produk pertanian
yang lebih banyak sehingga disamping untuk diserahkan kepada pembeli sebanyak
yang sudah ditetukan, juga dapat digunakan untuk diri sendiri atau untuk dijual
pihak lain.
b.
Bagi pemerintah
Penggunaan skema salam dengan ciri pembayaran
dimuka akan mempercepat pencapaian target-target pemerintah dalam mendorong
meningkatkan cadangan pengadaan produksi pertanian. Skema ini dipandang dapat
mengantisipasi keengganan petani menjual kepada pedagang besar. Keuntungan
lainnya bagi pemerintah adalah dengan tercapainya cadangan pengadaan produk
pertanian dengan dana yang terjangkau, maka akan mempercepat peran pemerintah
dalam ekspor produk pertanian ke luar negeri yang belakangan ini mengalami
kenaikan harga.
c.
Bagi pengusaha
Penggunaan skema salam bagi pengusaha
berpotensi meningkatkan efesiensi dan nilai penjualan pengusaha produk
pertanian. pengusaha yang dalam hal ini berperan sebagai penjual produk
pertanian baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor, akan dapat memiliki produk
pertanian dari petani dengan harga yang relatif lebih rendah dibanding harga
pasar mengingat pembayaran yang dilakukan dimuka. Adanya harga pembelian yang
relatif lebih murah tersebut akan memberikan keuntungan bagi pengusaha untuk
memperoleh marjin yang menarik. Keuntungan lain bagi pengusaha adalah adanya
kepastian memperoleh barang yang diinginkan, sehingga tidak perlu khawatir atas
persaingan mendapatkan barang pada saat panen dengan pengusaha lain.
d.
Bagi bank syariah
Skema salam pada dasarnya sangat menguntungkan
bagi bank syariah mengingat pembeli sudah menyerahkan uangnya terlebih dahulu
dimuka. Dengan demikian, resiko kegagalan membayar utang tidak ada sama sekali.
Walau transaksi ini menimbulkan risiko baru, yaitu kegagalan menyerahkan
barang, dengan pengalaman dan jaringan petani yang dimiliki bank resiko ini
mestinya tidak sulit untuk diatasi oleh bank syariah.[14]
B. PENUTUP
Transaksi ba’i salam merupakan transaksi yang biasanya dilakukan bukan oleh pedagang.
Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh bank syariah
sebagai intrumen pembiayaan, yaitu yang disebut paralel salam.
Paralel salam adalah back-to-back sales contract.
Salam paralel merupakan transaksi pembelian atas
barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan
melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi
barang kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga
atau produsen.
Tujuan pembiayaan salam
diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan,
dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal
awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan
dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali.
Dengan melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil manfaat
tersebut. Keuntungan dalam jual beli salam bukan hanya diperoleh oleh produsen
namun diperoleh oleh beberapa pihak yang terlibat antara lain: Petani,
pengusaha, pemerintah, dan bank syariah.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia,
2012
Remi Sjahdeini, Sutan. Perbankan
Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2014
Mustofa, Imam. Fiqih Muamalah
Konteporer. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2016
Veithzal Rifai & Andria Permata
Veithzal. Islamic Finansial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan
Praktis,Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Pt
Raja Grafindo Persada, 2008
Ismail.Perbankan Syariah.Jakarta:
Kencana, 2013
Ghofur Anshori, Abdul. Perbankan
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitu Press, 2009
Nurul Huda & Mohamad Heykal. Lembaga
Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis.Jakarta: Kencana, 2013
Muhammad. Sistem dan Prosedur
Oprasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja,
Ahim Abdurrahim. Akuntansi Perbankan Syariah.Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2014
Syafi’i Antonio, Muhammad. Bank
Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2013
[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia,
2012), h.72
[2]
Ascarya, Akad dan Produk Bank
Syariah, (jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2011), h.90
[3]
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan
Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2014),
h.252
[4]
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah
Konteporer, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2016), h.91
[5]
Veithzal Rifai & Andria
Permata Veithzal, Islamic Finansial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi
Panduan Praktis,Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa,
(Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2008),
h. 174
[6] Ascarya, Akad dan Produk Bank
Syariah.., h.226
[7]
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan
Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009),
h.117-119
[8] Ismail, Perbankan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2013), h.156-157
[9]
Nurul Huda & Mohamad Heykal,
Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis, (Jakarta:
Kencana, 2013), h.51
[10] Muhammad, Sistem dan Prosedur
Oprasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008), h.118
[11] Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis..,h.51
[12] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h.109
[13] Ismail, Perbankan Syariah,
(Jakarta: Kencana, 2013), h.156-158
[14] Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja,
Ahim Abdurrahim, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2014), h.204-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar