Rabu, 12 April 2017

fiqih muamalah ( implementasi jual beli salam dalam perbankan syariah)



IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, M.S.I.


Description: STAIN Logo.jpg

Disusun Oleh
Frida Umami (1502100054)

Kelas A


PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016
A.   PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengenai hal tersebut manusia perlu melakukan transaksi dengan lainnya. Kegiatan jual beli merupakan salah satu bentuk transaksi.
Dewasa ini banyak pengklasifikasian dalam hal jual beli. Seperti halnya jual beli salam, Salam merupakan bentuk jual beli dengan membayar dimuka dan penyerahan barang dikemudian hari  dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian. Mengenai hal tersebut saya akan membahas Makalah tentang “IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LKS”. Kajian tentang “IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LKS” penting untuk disajikan pada kelas Perbankan Syariah, karena didalamnya membahas mengenai penerapan dan cara melakukan jual beli dalam sistem salam di dalam lembaga keuangan syariah khususnya bank syariah.
Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam buku yang berkaitan langsung dengan masalah “IMPLEMENTASI JUAL BELI SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”. Kajian makalah ini dimulai dari tahap pelaksanaan jual beli salam, pengaplikasian jual beli salam hingga keuntungan yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli salam.


A.   PEMBAHASAN

1.   Implementasi Jual Beli Salam dalam LKS
 Salam adalah akad pesanan barang yang disebutkan sifat-sifatnya, yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan uangnya terlebih dahulu.[1]Salam merupakan bentuk jual beli dengan membayar dimuka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian. Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam (Al-Omar dan Abdel –Haq,1996).[2]
Transaksi  ba’i salam merupakan transaksi  yang biasanya dilakukan bukan oleh pedagang. Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh bank syariah sebagai instrumen pembiayaan, yaitu yang disebut paralel salam. Paralel salam adalah back-to-back sales contract.[3] Salam paralel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen.[4]

Pembayaran  oleh nasabah kepada bank  dapat dilakukan dimuka pada saat ditandatanganinya akad salam atau secara tunai pada saat penyerahan barang (salam wal bai’u muthlaqah ) atau dengan cara mengangsur (salam wal murabahah).
Apabila pembayaran oleh nasabah dilakukan secara tunai atau dengan cara mengangsur, biasanya bank mensyaratkan agar nasabah terlebih dahulu membayar sejumlah uang muka yang diperlukan.[5]
Tahapan pelaksanaan salam dan salam paralel menurut SOP bank syariah
·         Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual.
·         Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati.
·         Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
·         Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan.
·         Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian diawal akad dan sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diansur).
·         Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditetukan.
·         Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli oleh nasabah produsen pada saat pengikatan dilakukan.
·         Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan.[6]


2.   Implementasi  Akad Salam Dalam Produk Pembiayaan Perbankan Syariah
 SEBI No. 10/14/DPbs tertanggal 17 Maret 2008 memberikan ketentuan implementasi akad salam dalam produk pembiayaan sebagai berikut:
·         Bank bertindak baik sebagai pihak peyedia dana maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah yang bertindak sebagai penjual barang;
·         Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi, kualitas, jumlah jangka waktu, tempat dan harga yang jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler dipasar, serta bukan objek jual beli yang sulit diidentifikasi ciri-cirinya dimana antara lain nilainya berubah-ubah tergantung penilaian subyektif;
·         Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan bank indonesia mengenai transparasi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
·         Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (condition);
·         Bank dan nasabah wajib munuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam; 
·         Pembayaran atas dasar nasabah oleh bank harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera atas pembiayaan atas dasar akad salam disepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiyaan atas dasar akad salam disepakati; dan
·         Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank. [7]

3.   Aplikasi pembiayaan salam
·         Tujuan pembiayaan salam
Pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Dengan melakukan transaksi salam, maka petani  dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.
·         Hasil produksi dari pertanian, perkebunan dan peternakan harus diketahui dengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti: jenis,  macam, ukuran, kualitas dan kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat, maka produsen harus bertanggung jawab.
·         Harga
Ketentuan harga jual ditetapakan diawal perjanjian dan tidak boleh berubah selama jangka waktu perjanjian. Harga dalam jual beli antara bank syariah dan nasabah produsen lebih rendah dibanding harga jual beli antara bank dan produsen dengan harga antara bank dan pemesan menjadi keuntungan salam.
·         Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu paling lama satu tahun.[8]

Penyerahan barang
·         Pejual wajib menyerahkan barang tepat waktu dengan kualitas dan kuantitas yang disepakati;
·         Bila penjual menyerahkan barang , dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga;
·         Jika penjual menyerahkan barang , dengan kualitas yang rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta pegurangan harga;
·         Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang telah disepakati dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga. [9]

Jika semua /sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki dua pilihan:
·         Menolak atau menerima barang atau meminta pengembalian dana;
·         Meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis dan/atau memiliki nilai yang setara; atau
·         Menunggu barang hingga tersedia. Kemudian dalam hal bank menerima barang dengan kualitas lebih tinggi maka bank tidak wajib membayar tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan dalam hal bank menerima barang dengan kualitas lebih rendah maka bank  tidak diperkenankan untuk menerima potongan harga (discount), kecuali dalam kesepakatan kedua belah pihak.[10]
Pembatalan kontrak dapat dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak, dan jika terjadi kepada kedua belah pihak , maka persoalannya diselesaikan melalui pengadilan agama sesuai dengan UU No.3/2006 Setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Para pihak juga dapat memilih BASYARNAS dalam penyelesaian sengketa. Tetapi jika lembaga ini yang dipilih dan disepakati sejak awal tertutuplah peranan pengadilan agama. [11]
Penerimaan Pembayaran Salam
Kebanyakan para ulama mengaharuskan pembayaran salam dilakukan ditempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi, pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan hutang yang harus dibayar oleh muslam ‘alaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.[12]
Ilustrasi Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan pada sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan. Untuk mempermudah pemahaman pembiayaan salam, maka dibawah ini diberikan ilustrasi:
Misalnya, anton (petani) sedang membutuhkan dana untuk menanam padi. Anton mengajukan pembiayaan pada bank syariah. Sebelum memberikan pembiayaan kepada anton, bank syariah menawarkan padi kepada PT Bima dengan harga Rp.6000,-/kg. Pt Bima setuju akan membeli 10 ton padi dengan harga Rp.6000,-/kg, yang mana padi ini akan dikirim pada tanggal 01 september 2010. Pada tanggal 01 mei 2010, bank syariah membeli 10 ton padi dari anton dengan harga Rp.5000,-/kg. Bank syariah melakukan pembayaran pada saat akad salam yaitu pada tanggal 01 mei 2010, namun padinya akan dikirim oleh anton pada tanggal 01 september 2010 sesuai akad.pembayaran oleh PT Bima dilakukan pada tanggal 01 september 2010.
Dari contoh tersebut , maka keuntungan bank syariah atas transaksi salam paralel ini adalah sebesar Rp.10.000.000,- dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga beli dari Anton              : 10.000 kg x Rp. 5.000,-        = Rp. 50.000,-
Harga jual kepada PT Bima   :  10.000 kg x Rp. 6.000,-       = Rp. 60.000,-
Marjin keuntungan salam.                                                      = Rp. 10.000.000,-
Keuntungan sebesar Rp.10.000.000,- itu diperoleh bank syariah untuk jangka waktu mulai dari 01 mei 2010 hingga 01 september 2010.[13]

4.   Keuntungan menggunakan skema salam
Skema transaksi salam tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan petani, penggunaan skema salam relatif lebih tepat dan lebih menguntungkan dibanding skema lainnya.  Keuntungan menggunakan skema  salam antara lain:
a.    Bagi petani
Skema salam dengan pembayaran dimuka akan sangat membantu petani dalam membiayai kebutuhan petani dalam  memproduksi barang pertanian. Dengan demikian, petani memiliki kesempatan dan dorongan yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas produksinya agar dapat menghasilkan produk pertanian yang lebih banyak sehingga disamping untuk diserahkan kepada pembeli sebanyak yang sudah ditetukan, juga dapat digunakan untuk diri sendiri atau untuk dijual pihak lain.
b.    Bagi pemerintah
Penggunaan skema salam dengan ciri pembayaran dimuka akan mempercepat pencapaian target-target pemerintah dalam mendorong meningkatkan cadangan pengadaan produksi pertanian. Skema ini dipandang dapat mengantisipasi keengganan petani menjual kepada pedagang besar. Keuntungan lainnya bagi pemerintah adalah dengan tercapainya cadangan pengadaan produk pertanian dengan dana yang terjangkau, maka akan mempercepat peran pemerintah dalam ekspor produk pertanian ke luar negeri yang belakangan ini mengalami kenaikan harga.


c.    Bagi pengusaha
Penggunaan skema salam bagi pengusaha berpotensi meningkatkan efesiensi dan nilai penjualan pengusaha produk pertanian. pengusaha yang dalam hal ini berperan sebagai penjual produk pertanian baik untuk konsumsi lokal maupun ekspor, akan dapat memiliki produk pertanian dari petani dengan harga yang relatif lebih rendah dibanding harga pasar mengingat pembayaran yang dilakukan dimuka. Adanya harga pembelian yang relatif lebih murah tersebut akan memberikan keuntungan bagi pengusaha untuk memperoleh marjin yang menarik. Keuntungan lain bagi pengusaha adalah adanya kepastian memperoleh barang yang diinginkan, sehingga tidak perlu khawatir atas persaingan mendapatkan barang pada saat panen dengan pengusaha lain.
d.    Bagi bank syariah
Skema salam pada dasarnya sangat menguntungkan bagi bank syariah mengingat pembeli sudah menyerahkan uangnya terlebih dahulu dimuka. Dengan demikian, resiko kegagalan membayar utang tidak ada sama sekali. Walau transaksi ini menimbulkan risiko baru, yaitu kegagalan menyerahkan barang, dengan pengalaman dan jaringan petani yang dimiliki bank resiko ini mestinya tidak sulit untuk diatasi oleh bank syariah.[14]


B.   PENUTUP
Transaksi  ba’i salam merupakan transaksi  yang biasanya dilakukan bukan oleh pedagang. Ada bentuk khusus dari ba’i salam yang digunakan oleh bank syariah sebagai intrumen pembiayaan, yaitu yang disebut paralel salam. Paralel salam adalah back-to-back sales contract.
Salam paralel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah hanya memberikan spesifikasi barang kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen.
Tujuan pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Dengan melakukan transaksi salam, maka petani  dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut. Keuntungan dalam jual beli salam bukan hanya diperoleh oleh produsen namun diperoleh oleh beberapa pihak yang terlibat antara lain: Petani, pengusaha, pemerintah, dan bank syariah.


C.   DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia, 2012
Remi Sjahdeini, Sutan. Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2014
Mustofa, Imam. Fiqih Muamalah Konteporer. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2016
Veithzal Rifai & Andria Permata Veithzal. Islamic Finansial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis,Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2008
Ismail.Perbankan Syariah.Jakarta: Kencana, 2013
Ghofur Anshori, Abdul. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitu Press, 2009
Nurul Huda & Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis.Jakarta: Kencana, 2013
Muhammad. Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008
Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurrahim. Akuntansi Perbankan Syariah.Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2014
Syafi’i Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2013



[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2012), h.72
[2] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2011), h.90
[3] Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2014), h.252
[4] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Konteporer, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2016), h.91
[5] Veithzal Rifai & Andria Permata Veithzal, Islamic Finansial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis,Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2008),  h. 174
[6] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah.., h.226
[7] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), h.117-119
[8] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), h.156-157
[9] Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis, (Jakarta: Kencana, 2013), h.51
[10] Muhammad, Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008), h.118
[11] Nurul Huda & Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Syariah: Tinjauan Teoritis dan Prktis..,h.51
[12] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h.109
[13] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), h.156-158
[14] Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurrahim, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta Selatan: Salemba Empat, 2014), h.204-205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar