BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Salah satu hal yang menandai
pergerakan meluasnya globalisasi adalah semakin bebasnya pasar dunia, hambatan
perdagangan mulai berkurang dan semakin tidakberarti. Transaksi melewati batas
negara merupakan hal yang relatif mudah dan bukanhal yang luar biasa. Sehingga
volume perdagangan internasional pun semakin meningkat. seiring dengan
meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing.
Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi
perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat,
suku bunga, kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau
perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan
datang juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar mata uang.
Uang merupakan alat tukar yang
digunakan oleh setiap negara khususnya negara Indonesia yang memiliki mata uang
resmi yaitu Rupiah yang digunakan berdasarkan pada kesepakatan masyarakat untuk
mempergunakannya dan diatur oleh pemerintah dalam undang-undang Nomor 23 tahun
1999 yang telah diamandemen dengan undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang
Bank Indonesia. Pada undang-undang nomor 24 tahun 2004 tentang lalu lintas
devisa dan sistem nilai tukar, pada undang-undang disebutkan bahwa sistem nilai
tukar adalah sistem yang digunakan untuk pembentukan harga mata uang rupiah
terhadap mata uang. Sebelum masuk pada pembahasan mengenai Nilai Tukar Uang
Dalam Prespektif Islam, akan lebih baik apabila kita mengenal uang terlebih
dahulu.
Menurut beberapa para pakar ahli ekonomi mendefinisikan uang yaitu Dr. Muhammad Zaki Safi'I mendefinisikan uang sebagai "Segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban". sedangkan J.P Coraward mendefinisikan uang sebagai "Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpanan kekayaan".Boumul dan Gandlare berkata "Uang mencakup seluruh yang diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakui sebagai alat pembayaran utang-utang dan pembayaran harga barang dan jasa". Bangsa arab pada umumnya tidak mennggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga tetapi mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan dirham untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari perak.
Pertama-tama akan dikemukakan ungkapan-ungkapan fuqaha, kemudian mencoba mengambil kesimpulan definisi uang (nuqud) dari ungkapan mereka, misalnya Abu 'Ubaid (wafaf tahun 224 H) berkata : "Allah menciptakan dinar dan dirham adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga bagi keduanya". Iman Ghazali (wafat tahun 505 H) berkata : "Allah menciptakan dinar dan dinar sebagai hakim penengah antara keduanya. Dikatakan unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za'faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama". Dia juga berkata :"Kemudian disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dan baju, dari mana ia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa ? jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan 'hakim yyang adil' sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertaan lama karena kebutuhan yang terus menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak dan logam". fungsi uang sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan, fungsi ini termasuk yang paling utama dan terpenting dari fungsi uang.
Menurut beberapa para pakar ahli ekonomi mendefinisikan uang yaitu Dr. Muhammad Zaki Safi'I mendefinisikan uang sebagai "Segala sesuatu yang diterima khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban". sedangkan J.P Coraward mendefinisikan uang sebagai "Segala sesuatu yang diterima secara luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan media penyimpanan kekayaan".Boumul dan Gandlare berkata "Uang mencakup seluruh yang diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakui sebagai alat pembayaran utang-utang dan pembayaran harga barang dan jasa". Bangsa arab pada umumnya tidak mennggunakan kata nuqud untuk menunjukkan harga tetapi mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan dirham untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari perak.
Pertama-tama akan dikemukakan ungkapan-ungkapan fuqaha, kemudian mencoba mengambil kesimpulan definisi uang (nuqud) dari ungkapan mereka, misalnya Abu 'Ubaid (wafaf tahun 224 H) berkata : "Allah menciptakan dinar dan dirham adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga bagi keduanya". Iman Ghazali (wafat tahun 505 H) berkata : "Allah menciptakan dinar dan dinar sebagai hakim penengah antara keduanya. Dikatakan unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za'faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama". Dia juga berkata :"Kemudian disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dan baju, dari mana ia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa ? jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan 'hakim yyang adil' sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertaan lama karena kebutuhan yang terus menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak dan logam". fungsi uang sebagai standar ukuran harga dan unit hitungan, fungsi ini termasuk yang paling utama dan terpenting dari fungsi uang.
Dengan melihat
latar belakang di atas, dalam makalah ini penyusun akan membahas tentang pengertian
nilai tukar, ruang lingkup nilai tukar uang dalam konvensional dan kebijakan
yang digunakan, penawaran uang dan nilai tukar uang dalam jangka pendek, penyebab
fluktuasi nilai tukar uang dalam islam antara lain: Perubahan harga yang
terjadi di dalam negeri, Perubahan harga yang terjadi di luar negeri dan
perbedaan nilai tukar uang dalam konvensional dan islam.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
nilai tukar?
b.
Apa ruang
lingkup nilai tukar uang dalam konvensional dan kebijakan yang digunakan?
c.
Bagaimana
penawaran uang dan nilai tukar uang dalam jangka pendek?
d.
Bagaimana
penyebab fluktuasi nilai tukar uang dalam islam?
Ø
Bagaimana Perubahan
harga yang terjadi di dalam negeri?
Ø
Bagaimana Perubahan
haarga yang terjadi di luar negeri?
e.
Bagaimana
perbedaan nilai tukar uang dalam konvensional dan islam?
C.
Tujuan
a. Untuk mengetahui
pengertian nilai tukar
b. Untuk mengetahui ruang
lingkup nilai tukar uang dalam konvensional dan kebijakan yang digunakan
c. Untuk mengetahui penawaran
uang dan nilai tukar uang dalam jangka pendek
d. Untuk mengetahui penyebab
fluktuasi nilai tukar uang dalam islam:
Ø Perubahan harga yang terjadi di dalam negeri
Ø
Perubahan
haarga yang terjadi di luar negeri
e. Untuk mengetahui perbedaan
nilai tukar uang dalam konvensional dan islam
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nilai Tukar Uang
Exchange Rates (nilai tukar uang) atau yang lebih popular
dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dan mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya,
yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing.[1]
Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dan satu mata uang
ke mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain
transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun
aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis
ataupun batas-batas hukum.
Nilai
tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh pemerintah (otoritas moneter)
seperti pada negara-negara yang memakai sistem fixed exchange rates ataupun ditentukan oleh kombinasi antara
kekuatan-kekuatan pasar yang saling berinteraksi (bank komersial-perusahaan
multinasional-perusahaan manajemen asset-perusahaan asuransi-bank devisa-bank
sentral) serta kebijakan pemerintah seperti pada negara-negara yang memakai
rezim sistem ‘flexible exchange rates’.
Nilai
tukar uang dapat dicatat sebagai spot
atau immediate delivery (penyerahan +/-
2 hari) ataupun juga dapat dicatat sebagai transaksi di muka (forward transaction) dalam berbagai
periode penyerahan. Perbedaan antara catatan spot dan forward umumnya
merefleksikan perbedaan antara biaya dan meminjam (cost of borrowing) dalam dua mata uang dalam periode waktu yang
terkait.
Karena
setiap negara mempunyai hubungan dalam investasi dan perdagangan dengan
beberapa negara lainnya, maka tidak ada satu nilai tukar yang dapat ukur secara
memadai daya beli (purchasing power) dari
mata uang domestic atau mata uang asing secara umum. Konsep-konsep dari nilai
tukar yang efektif telah dikembangkan untuk mengukur rata-rata pertimbangan (weighted average) harga diri mata uang
asing dalam mata uang domestik.
Begitu
juga berbagai skema penimbangan (weighting)
telah diajukan, termasuk di dalamnya timbangan (weight) impor untuk merekfleksikan daya beli terhadap barang-barang
impor, timbangan perdangan bilateral untuk merefleksikan pentingnya hubungan
perdangan dengan Negara asing tertentu. Timbangan perdangan global untuk
merefleksikan pentingnya berbagai mata uang dalam perdangan global (dunia), dan
juga timbangan elassitas porsi perdangan untuk merefleksikan tingkatan yang
berbeda dari daya saing (competitiveness)
sebuah negara dengan negara-negara lainnya.
B.
Ruang Lingkup Nilai Tukar Uang Dalam Konvensional Dan Kebijakan
Yang Digunakan
1.
Purchasing Power Parity
Definisi
dari Purchasing Power Parity (Paritas
daya Beli) atau PPP adalah suatu kondisi dimana harga dari suatu barang yang
dapat diperdagangkan (Tradble goods)
dalam suatu mata uang seharusnya sama dimana pun barang itu dibeli.[2]
Katakanlah jika suatu barang yang identik dapat dibeli di dua Negara dimana
tidak terdapat biaya transaksi (transactioncost),
biaya transportasi (transportation cost), serta tidak ada
halangan perdagangan (trade barrier),
sehingga dapat dikatakan sebagai tradable
goods. Jika kondisi arbitrase (Arbitrage
Condition = Kondisi dimana tidak terdapatnya kesempatan untuk membeli suatu
barang dengan harga rendah dan menjualnya lagi dengan harga yang lebih tinggi)
terjadi untuk setiap barang secara individual, maka kondisi arbitase ini akan
terjadi juga untuk sekelompok barang (basket
of goods) dalam jumlah yang representative, sehingga dapat diturunkan
persamaan sebagai berikut:
P = e P’
Dimana : P
= tingkat harga domestic (domestic price)
P’=
tingkat harga luar negeri (foreign price)
e = nilai tukar uang (exchange
rate)
Persamaan
di atas adalah apa yang dinamakan dengan ‘persamaan paritas dan beli’ atau purchasing power parity equation yang
menyatakan bahwa harga rupiah sejumlah x di Indonesia akan mempunyai daya beli
yang sama di Singapura. Ini kan sejalan dengan asumsi bahwa semua barang dapat
diperdagangkan dan terdapatnya kondisi arbitrase yang menjamin setiap
individual dapat menjual barang dengan harga yang sama dimanapun juga.
Law of One Price (LOP) atau Hukum Satu Harga menyebutkan bahwa di dalam suatu pasar
persaingan (competitive market) yang tidak ada biaya transportasi serta bebas
dan hambatan perdagangan, maka suatu barang yang identik akan mempunyai harga
yang sama jika dinilai dalam satu mata uang tertentu. Perbedaan antara PPP
dengan LOP adalah jika LOP diaplikasikan untuk komoditas individual sedangkan
PPP diaplikasikan untuk tingkat harga secara umum (komposit harga dan
lçeseluruhan komoditas yang masuk dalam kumpulan yang menjadi referensi).
Nilai
tukar riil uang suatu negara adalah jumlah dan barang domestik yang dibutuhkan
untuk membeli 1 unit barang yang sama (identik) di luar negeri.
Persamaannya adalah sebagai
berikut:
Real Exchange Rate =
Jika
nilai tukar riil > 1, maka lebih dan 1 unit barang domestik dibutuhkan untuk
membeli barang luar negeri yang identik. Jika nilai tukar riil < 1, maka
kurang dan 1 unit barang domestik dibutuhkan untuk membeli barang luar negeri
yang identik.
Untuk
obligasi, paritas daya beli ini juga berlaku seperti pada nilai tukar uang,
tentunya dengan menerapkan beberapa modifikasi pada persamaan matematisnya.
Seperti juga untuk pasar barang di mana harga menjadi sama dengan adanya
kondisi arbitrase, maka pada rate of
return dan obligasi-obligasi identik juga akan sama. Jika tidak ada biaya
transaksi dan biaya-biaya lainnya, maka dua obligasi di dua negara yang
bernilai sama masing-masing akan mempunyai return yang sama di manapun juga.
Persamaan matematis berikut menggambarkan apa yang dinamakan sebagai ‘interest arbitrage’, atau ‘interest parity’, atau ‘bond arbitrage condition’:
Dimana : e*
= expected future exchange rate
i = tingkat suku bunga dalam
negeri
i' = tingkat suku bunga luar negeri
Untuk menggambarkan interest
parity antara IDR dan SGD secara simbolis, persamana diatas dapat
dimodifikasi menajdi persamaan berikut yang dapt meperlihatkan perbedaan antara
expected return dari dua asset yang
diukur dalam Rupiah.
Dimana : R
= Expected return on asset
e*= expected future exchange
rate (perkiraan nilai tukar)
e = exchange
rate (nilai tukar)
2.
Kebijakan Nilai Tukar Uang
Mata
uang asing dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan luar negeri atapun
juga aset finansial seperti saham, obligasi,
treasury bills, options, futures, warrants, dan lain-lain. Jika seseorang
bepergian dan Indonesia ke Singapura untuk berlibur, kemungkinan dia ingin
membeli mata uang Dollar Singapura (SGD) dengan mata uang Rupiah (IDR) dengan
nilai tukar yang berlaku. Jika setiap SGD I berharga IDR 5.000 maka sebaliknya
dapat juga diekspresikan yaitu setiap IDR 50 berharga SGD 1 sen. Semakin tinggi
harga SGD (in IDR term), semakin rendah harga IDR (in SGD term), begitu juga sebaliknya.
Pada
tulisan ini, untuk memberikan kemudahan, akan diasumsikan hanya ada dua negara
yang melakukan perdagangan internasional, yaitu domestik dan asing.
Dalam
suatu negara, satu-satunya institusi resmi yang dapat mengubah penawaran mata
uangnya adalah Bank Sentral dan negara tersebut. Bank Sentral dalam
kesehariannya acap kali menjual dan membeli mata uang asing. Setiap Bank Sentral
dapat memilih antara dua rezim kebijakan nilai tukar yang berbeda yaitu:
1. Rezim Nilai Tukar Dipagu (Fixed
Exchange Rate Regime): yaitu bila otoritas keuangan suatu negara menetapkan
suatu nilai tukar uang tertentu untuk mata uangnya;
2. Rezim Nilai Tukar Fleksibel (Flexible
Exchange Rate Regime): yaitu bila nilai tukar mata uang suatu negara adalah
ditentukan oleh keseimbangan yang terjadi di pasar pertukaran uangnya.
3.
Fixed Exchange Rate Regime
Dalam
sistem kebijakan ini Bank Sentral suatu negara cukup mengumumkan suatu nilai
tukar tertentu untuk mata uangnya terhadap mata uang asing tertentu mana Bank
Sentral bersedia membeli dan menjual mata uang asing dengan kuantitas
berapapun. Contohnya adalah Indonesia yang pada era sebelum pertengahan tahun
1980-an memakai rezim nilai tukar dipagu. Kita ketahui bahwa setiap beberapa
periode waktu mata uang Rupiah mengalami penyesuaian nilai tukar terhadap
Dollar Amerika Serikat dan mata uang asing lainnya.
Dalam
rezim nilai tukar dipagu ini Bank Sentral acap kali dipaksa untuk mencetak uang
melebihi apa yang diinginkannya. Dalam rezim nilai tukar dipagu ini Bank Sentral
dapat mengendalikan nilai tukar atau penawaran uang, akan tetapi tidak keduanya
sekaligus. Jika Bank Sentral menetapkan nilai tukar, maka Bank Sentral harus
menawarkan berapapun kuantitas uang yang dibutuhkan oleh para pedagang atau
dengan kata lain Bank Sentral harus membeli berapapun kuantitas mata uang asing
yang ditawarkan oleh para pedagang (kehilangan kendali atas penawaran mata
uang) yang mana hal tersebut jika terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan ‘international reserve crisis’, yaitu
keadaan di mana sebuah Bank Sentral kehilangan kemampuannya untuk menjaga nilai
tukar tertentu untuk mata uang negaranya. Ketika Bank Sentral menyadari bahwa
cadangan devisanya telah banyak berkurang, maka Bank Sentral terpaksa harus
menaikkan nilal tukar mata uang asing terhadap mata uang domestik dengan
harapan agar permintaan terhadap cadangan devisa yang dimilikinya menurun. Hal
tersebut dikenal dengan nama ‘devaluasi’.
Jika yang terjadi sebaliknya, di mana Bank Sentral harus terus membeli devisa,
maka Bank Sentral dapat menurunkan nilai tukar mata uang negaranya terhadap
mata uang asing. Hal ini dikenal dengan nama ‘revaluasi’.
Pada
saat Bank Sentral kehilangan kendali atas penawaran mata uang, Bank Sentral
juga kehilangan kendali atas tingkat harga, sehingga jika Bank Sentral ingin
mengendalikan tingkat harga domestik, maka Bank Sentral harus membiarkan nilai
tukar untuk mengambang bebas.
Pada
rezim nilai tukar yang dipagu ini juga dimungkinkan bagi Bank Sentral untuk
menetapkan nilai rukar yang berbeda-beda pada orang-orang tertentu menyangkut
keperluan yang tertentu pula. Katakanlah jika Bank Indonesia (BI) menetapkan
nilai tukar mata uang IDR a = SGD x untuk orang yang membeli barang-barang
konsumsi dan Singapura dan nilai tukar mata uang IDR b = SGD y untuk orang yang
membeli barang-barang kapital dan Singapura di mana kedua harga mi mungkin
lebih tinggi dari pada harga Bank Sentral Singapura menjual SGD-nya. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya kesempatan arbitrase kepada orang-orang yang membeli
SGD dengan harga yang lebih murah dan menjualnya dengan harga yang lebih
tinggi. Untuk mencegah harga jual yang lebih rendah dari pada harga resmi dan
pemerintah, Bank Sentral atau otoritas moneter harus melarang perdagangan
seperti itu. Akan tetapi, karena begitu besarnya kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan, hukum pun jadi dikesampingkan sehingga muncullah pasar pertukaran
uang gelap (black market in currencies)
di mana warga suatu negara membuat pasar pertukaran uangnya sendiri yang tidak
resmi (tidak diakui oleh pemermntah).
4.
Flexible Exchange Rate Regime
Rezim
sistem nilai tukar mengambang ini adalah sistem yang dipakai oleh hampir
sebagian besar negara di dunia pada saat ini. Jika Bank Sentral ingin menambah
penawaran uang, Bank Sentral dapat mencetak uang dan kemudian membeli sesuatu
aset (biasanya berbentuk obligasi pemerintah). Jika Bank Sentral ingin
mengurangi penawaran uang, maka Bank Sentral dapat menjual sesuatu aset
(biasanya juga dalam bentuk obligasi pemerintah) dan memusnahkan uang yang
didapatnya dart penjualan tersebut.
Bank
Sentral di luar negeri juga mengendalikan penawaran uangnya dengan cara-cara
yang secara esensial sama dengan cara yang dilakukan oleh Bank Sentral
domestik. Jika Bank Sentral membeli atau menjual mata uang negaranya sendiri,
maka akan memengaruhi penawaran uang. Selain itu Bank Sentral juga dapat
memperjualbelikan mata uang asing (mata uang negara lainnya).
Jika
Bank Sentral Singapura (BSS) melakukan pembelian IDR, BSS tidak dapat
mempengaruhi penawaran riil dan IDR karena IDR yang dibelinya akan tetap
keberadaannya (tidak dapat dimusnahkan atau dihilangkan dan pasaran). Dengan
kata lain, Bank Sentral asing dapat saja memengaruhi permintaan terhadap IDR
akan tetapi tidak dapat memengaruhi penawarannya.
Di lain
pihak, jika BI membeli IDR, maka BI dapat memengaruhi penawaran IDR karena BI
dapat secara efektif memusnahkan IDR yang didapatnya dart penjualan aset
tersebut. Kegiatan Bank Sentral memperjualbelikan mataliang asing tersebut
dinamakan ‘intervensi’. Melalui
intervensi Bank Sentral melakukan perubahan permintaan akan mata uang asing.
Secara garis besar, intervensi dan Bank Sentral dapat dibedakan jadi dua yaitu:
1. Unsterilized Intervention: intervensi yang tidak disertai dengan tindakan-tindakan offset
yang dirancang untuk mencegah perubahan yang menyeluruh pada penawaran uang
domestik;
2. Sterilized Intervention: intervensi yang disertai dengan tindakan-tindakan offset yang
dirancang untuk mencegah perubahan yang menyeluruh pada penawaran uang
domestik.
Lalu
mengapa Bank Sentral acap kali dipaksa atau ‘ditekan’ untuk melakukan
intervensi? Paksaan atau tekanan itu sendiri datang berbagai sumber dengan
berbagai kepentingan. Orang-orang yang sedang bepergian ke luar negeri sangat
tidak ingin melihat mata uang negaranya melemah, begitu juga orang-orang yang
menandatangani kontrak untuk membayar utang dalam mata uang asing yang harus
dibayar dengan membeli mata uang asing dengan mata uang domestik.
Nilai
tukar uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran dan mata uang itu sendiri.
Lebih jauh, penawaran terhadap IDR ditentukan oleh Bank Indonesia se-dangkan
permintaan akan IDR tergantung antara lain pada pendapatan dan warga Indonesia.
Orang-orang dengan pendapatan yang tinggi akan membutuhkan lebih banyak uang.
Begitu juga dengan mata uang asing, ditentukan dengan cara-cara yang sama.
Nilai tukar uang atau kurs karena mengikut pada ketentuan oleh paritas daya
beli mempunyai persamaan matematis sebagai berikut:
Tingkat
harga P dan P’ ditentukan melalui interaksi peilmintaan dan penawaran uang di
masing-masing negara. Kemudian, tawar-menawar dan kesempaan arbitrase akan
memaksa nilai tukar e ke tingkat di maria persamaan paritas daya beli P= e P’
berlaku.
Dalam
teori Neokiasikal, tingkat harga dalam suatu negara dapat berubah karena
berubahnya penawaran uang atau karena faktor-faktor yang mendahului perubahan
dan output negara tersebut seperti kebijakan fiskal, teknologi, peperangan,
cuaca, dan lain sebagainya. Kenaikan penawaran IDR akan mengakibatkan Rupiah
mengalami depresiasi, sebaliknya kenaikan penawaran mata uang asing (misalnya
SGD) akan mengakibatkan Rupiah mengalami apresiasi. Jika terjadi kenaikan
penawaran uang yang signifikan, maka otomatis akan terjadi kenaikan harga yang
signifikan pula (inflasi). Kita ketahui bahwa tingkat harga melonjak naik
karena terjadi penurunan permintaan uang, juga lonjakan dan nilai tukar
(depresiasi) uang. Lonjakan mi dinamakan ‘exchange
rate overshooting’. Exchange rate
overshooting ini adalah salah satu fenomena yang penting karena bisa
membantu kita dalam menjelaskan mengapa nilai tukar uang bergerak tajam dan han
ke hari.[3]
Untuk lebih jelasnya, marilah kita telaah grafik berikut:
Grafik 8.1. Pengaruh Penawaran Uang dan Dampaknya
terhadap Interest Rate
Misalnya
Bank Indonesia Meningkatkan penawaran IDR (MsIDR)
sehingga MsIDR↑ naik dari Ms1ID ke Ms2ID pada waktu t0’
kenaikan penawaran uang tersebut akan mengakibatkan turunya tingkat suku bungan
(i) dari i1ID ke ii2ID.
Pengaruhnya
kepada tingkat harga dan nilai tukar uang akan dapat kita lihat pada ilustrasi
grafis sebagai berikut :
Grafik 8.2. Pengaruh Tingkat Harga terhadap Nilai Tukar
Tampak pada
ilustrasi di atas bahwa tingkat harga dan tingkat nilai tukar uang akan
menyesuaikan din pada tingkat jangka panjangnya (long run level).
Sebaliknya,
kenaikan output (produksi barang dan
jasa) suatu negara akan menyebabkan nilai tukar mata uangnya mengalami
apresiasi terhadap mata uang asing, sedangkan jika terjadi kenaikan output (produksi barang dan jasa) negara
asing akan menyebabkan nilai tukar mata uang domestik mengalami depresiasi
terhadap mata uang asing.
Pada
pasar pertukaran uang asing, seseorang dapat memperdagangkan IDR untuk SGD dan
menerima SGD yang dibelinya secepat ia memberikan IDR. Selain itu, ada juga
pasar pertukaran uang yang lain yang dinamakan pasar pertukaran uang berjangka
(futures exchange market).
Pasar
pertukaran uang berjangka mi bergerak dengan asumsi bahwa harga masa depan (futures price) dan nilai mata uang asing
adalah perkiraan yang terbaik dan harga spot
mata uang asing di masa depan (expected
future spot price) tersebut, atau dengan kata lain bahwa harga masa depan
didasarkan pada apa yang diharapkan oleh para pelaku pasar tentang nilai tukar
tersebut.
Untuk
menarik para pembeli, sebuah kontrak berjangka haruslah dihargai tidak lebih tinggi
dan expected future spot price-nya.
Di lain sisi, untuk menarik para penjual, sebuah kontrak berjangka haruslah
dijual tidak lebih rendah dan expected
future spot price-nya. Agar semua kontrak dapat diperjualbelikan maka
kontrak berjangka haruslah dijual tepat pada tingkat perkiraan (expectation)
terbaik pasar tentang future spot price.
C. Penawaran Uang dan Nilai Tukar Uang
dalam Jangka Pendek
Analisis
penentuan nilai tukar uang yang dibahas di bagian ini adalah analisis untuk
jangka pendek karena analisis jangka panjang terhadap kejadian-kejadian ekonomi
mengizinkan adanya penyesuaian menyeluruh dan tingkat harga dan dan semua
faktor produksi untuk mencapai tingkat full
employment.
Berikut
adalah penjelasan grafis tentang penentuan nilai tukar uang adalah sebagai
berikut:
Grafik 8.3. Keseimbangan Nilai Tukar Uang Terhadap
Tingkat Suku Bunga dan Ekspektasi Nilai Tukar
Equilirium atau keseimbangan dari pasar
pertukaran uang adalah pada titik 1 dimana expecte
return Rupaiah dari deposito IDR dan deposito SGD adalah sama. Grafik di
atas menunjukkan bagaimana keseimbangan dari nilai tukar uang ditentukan dalam
pasar pertukaran uang asing dengantingkat suku bunga tertentu ekspektasi
tentang nilai tukar dimasa depan.[4]
Lebih lanjut, jika grafik diatas digabungkan dengan
grafik berikut :
Grafik 8.4. Dampak Kenaikan Penawaran uang terhadap suku
bunga
Grafik
diatas menunjukkan bagaimana efek dari kenaikan penawaran uang terhadap tingkat
suku bungan untuk tingkat tertentu (P) dan tingkat pendapatan tertentu pual
(Y).
Pada grafik di atas tampak bahwa kenaikan penawaran uang
dari M1 ke M2 akan menurungkan tingkat suku bunga R1
ke R2. Dari grafis di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan dalam
penawaran uang akan menurunkan tingkat suku bunga sementara penurunan penawaran
uang akan menaikan tingkat suku bunga.
Kemudian jika kedua grafik diatas digabungkan maka akan
kita dapatkan grafik sebagai berkut :
Grafik 8.5. Hubungan antara Exchange Rate, Rate of Retun
on Deposits dan Real money Holding.
Dimana pada ilustrasi grafik
gabungan ini kita dapat menemukan hubungan antara exchange rate-rate of return on deposits-real money holding.
D. Penyebab Fluktuasi Nilai Tukar Uang
Dalam Islam
Seperti juga dalam bagian tulisan sebelumnya yang
membahas tentang inflasi, penyebab dari apresiasi / depresiasi (fluktuasi)
nilai tukar suatu mata uang di dalam islam juga digolongkan dalam dua kelompok
yaitu :
1.
Natural;
2.
Human Error;
Dalam
pembahasan nilai tukar menurut Islam akan dipakai dua skenario yaitu:
1.
Skenario 1: terjadi
perubahan-perubahan harga di dalam negeri yang memengaruhi nilai tukar uang
(faktor luar negeri dianggap tidak berubah/berpengaruh);
2.
Skenario 2: terjadi
perubahan-perubahan harga di luar negeri (faktor di dalam negeri dianggap tidak
berubah/berpengaruh).
Selain
dan itu, perlu untuk diingat bahwa kebijakan nilai tukar uang dalam Islam dapat
dikatakan menganut sistem ‘Managed
Floating’, di mana nilai tukar adalah hasil dan kebijakan-kebijakan
pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena pemerintah
tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika terjadi
hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. Jadi bisa dikatakan bahwa
suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan basil dan kebijakan pemerintah
yang tepat.
Untuk
lebih memudahkan, pada pembahasan teori nilai tukar uang dalam Islam ini juga
akan dicontohkan bahwa mata uang dalam negeri adalah Rupiah (IDR) dan mata uang
asing adalah Dollar Singapura (SGD).[5]
1.
Perubahan Harga Terjadi Dalam Negeri
a.
Natural Exchange Rate Fluctuation:
1)
Fluktuasi nilai tukar uang
akibat dan perubahan-perubahan yang terjadi pada Permintaan Agregatif (AD):
Sama seperti pembahasan pada bagian inflasi, ekspansi AD (AD↑) akan mengakibatkan naiknya
tingkat harga secara keseluruhan (P↑). Seperti kita ketahui bahwa P e P’, jika tingkat harga dalam
negeri naik (PIDR↑) sedangkan tingkat harga di luar negeri (PSGD) tetap
maka nilai tukar mata uang akan mengalami depresiasi (e↑). Sebaliknya, jika AD
mengalami kontraksi (AD↓.) maka tingkat harga akan mengalami penurunan (P↓), yang akan mengakibatkan
nilai tukar mengalami apresiasi (e↓);
2)
Fluktuasi nilai tukar uang
akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada Penawaran Agregatif (AS): Jika AS
mengalami kontraksi (AS↓), maka akan berakibat pada naiknya tingkat harga secara
keseluruhan (P↑), yang kemudian akan mengakibatkan melemahnya (depresiasi) nilai
tukar (e↑). Sebaliknya, jika AS mengalami ekspansi (AS↑) maka akan berakibat pada
turunnya tingkat harga secara keseluruhan (P↓) yang akan mengakibatkan menguatnya (apresiasi) nilai tukar (e↓);
b.
Human Error Exchange Rate Fluctuation:
1) Corruption dan Bad
Administration: Seperti yang telah kita
bahas pada bagian inflasi, korupsi dan administrasi yang buruk akan
mengakibatkan naiknya harga akibat terjadinya misallocation of resources serta mark-up yang tinggi yang harus dilakukan oleh produsen untuk
menutupi ‘biaya-biaya siluman’ dalam proses produksinya. Akibatnya, tingkat
harga secara keseluruhan akan mengalami kenaikan (P↑). Jika merujuk pada
persamaan P= e P’, maka naiknya tingkat harga akan mengakibatkan terjadinya
depresiasi nilai tukar uang (e↑);
2) Excessive Tax: Pajak
penjualan yang sangat tinggi yang dikenakan pada barang dan jasa akan
meningkatkan harga jual dan barang dan jasa tersebut. Secara agregatif, tingkat
harga-harga akan mengalami kenaikan (P↑). Jika kita merujuk kembali pada persamaan P = e P’, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa tingkat pajak yang sangat tinggi akan mengakibatkan
pada melemahnya (depresiasi) nilai tukar uang (e↑);
3) Excessive Seignorage: Seperti yang telah dibahas pada bab yang membahas tentang
inflasi, pencetak full-bodied money atau 100% reserve money tidak akan
mengakibatkan terjadinya inflasi. Akan tetapi, jika uang yang dicetak selain
dan kedua jenis itu maka akan menyebabkan kenaikan tingkat harga secara umum.
Efek yang ditimbulkan oleh pencetakan uang yang berlebihan (melebihi kebutuhan
sektor riil) adalah kenaikan tingkat harga secara keseluruhan (P↑) atau inflasi. Merujuk kembali
pada persamaan paritas daya beli yaitu P = e P’, jika tingkat harga dalam
negeri mengalami kenaikan (P↑) sementara tingkat harga luar negeri tetap maka nilai tukar uang
akan mengalami depresiasi (e↑).
Inflasi
itu sendiri dapat dikatakan sebagai ‘tax
on holding money’ karena menyebabkan orang-orang menjadi tidak ingin untuk
memegang uang karena uang menjadi semakin menyusut nilainya. Kecenderungan
orang untuk tidak memegang uang akan mengakibatkan permintaan akan uang menurun
(MD↓). Misalnya terjadi inflasi di Indonesia karena akibat-akibat
seperti yang disebut di atas, untuk lebih jelasnya mari kita lihat ilustrasi
grafis sebagai berikut:
Grafik 8.6. Kontraksi Permintaan Uang dan Dampaknya
Terhadap Nilai Tukar
Tampak pada ilustrasi bahwa
kontraksi terhadap kurva permintaan uang akan mengakibatkan rates of return dari IDR turun sehingga
selanjutnya akan mengakibatkan melemahnya nilai tukar (depresiasi) IDR terhadap
SGD (eIDR/SGD↑).
2.
Perubahan Harga Terjadi Di Luar Negeri
Pada
bagian ini diasumsikan bahwa di dalam negeri tidak terjadi perbuahan-perubahan
harga yang mengganggu nilai tukar uang.
Perubahan
harga yang terjadi di luar negeri bisa digolongkan karena dua sebab yaitu :
1.
Non-Engineered /
Non-Manipulated Changes :
Disebut sebagai Non-Engineered/Non-Manipulated Changes
adalah karena perubahan yang terjadi bukan disebabkan oleh manipulasi (yang
dimaksudkan untuk merugikan) yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Misalkan, jika Bank Sentral Singapura (BSS) mengurangi jumlah uang SGD yang
beredar (MSSGD↑), hal tersebut akan mengakibatkan IDR terdepresiasi tanpa diduga (direncanakan
oleh Bank Indonesia). Oleh karena itu, BI biasanya akan menghilangkan efek ini
dengan menjual SGD yang dimilikinya (cadangan devisa), baik dengan cara sterilized intervention maupun dengan cara
unsterilized intervention.
Jika BI menambah IDR dengan
mencetaknya, maka hal ini disebut unsterilized
intervention (intervensi yang tidak steril), sedangkan jika IDR ditambah
dengan menjual aset lain disebut dengan sterilized
intervention (intervensi steril).
Intervensi steril terhadap
mata uang asing akan menghilangkan pengaruh penawaran uang dalam negeri (MSIDR),
sedangkan intervensi Bank Sentral yang tidak steril tidak menghilangkan
pengaruh terhadap penawaran uang dalam negeri (MSIDR).
Intervensi yang tidak steril akan memengaruhi nilai tukar uang melalui dua cara
yaitu mengubah permmntaan dan SGD sehingga akan mengubah PSG, keclua
ia akan mengubah penawaran dan IDR sehingga ia akan mengubah PID dengan
arah yang berlawanan. Karena PSG dan PID berubah dengan
arah yang berlawanan, maka berdasarkan persamaan PID = e PSG nilai e akan berubah pula.
Di lain pihak, intervensi
steril akan memengaruhi nilai tukar hanya melalui satu cara yaitu ia akan
mengubah permintaan SGD sehingga akan mengubah PSG’ tetapi tidak
memengaruhi penawaran IDR, sehingga ia tidak memengaruhi Namun demikian, karena
PID berubah maka berdasarkan persamaan P = e P maka nilal e (nilai
tukar uang) akan berubah pula.
Jika contoh di atas adalah
penawaran uang SGD yang berubah, maka bagaimana jika harga-harga di luar negeri
berubab dikarenakan oleh sebab-sebab lain seperti korupsi, pajak yang berlebihan,
dan administrasi yang buruk? Sama seperti pada bahasan yang sebelumnya, seperti
telah kita ketahui bahwa kenaikan harga-harga di luar negeri akan mengakibatkan
melemahnya (depresiasi) nilai tukar uang asing terhadap mata uang domestik yang
lebth lanjut akan mengakibatkan harga barang-barang luar negeri lebih
kompetitif jika dibandingkan dengan harga barang-barang dalam negeri.
Marilah kita lihat ilustrasi
berikut, yang mengambil contoh jika otoritas moneter Singapura menurunkan
penawaran SGD, untuk membantu kita memahami masalah ini:
Grafik 8.7. Penurunan Nilai Tukar sebagai Akibat
Perubahan
Harga Luar Negeri yang bersifat Non-Engineered
Penurunan penawaran SGD akan mengakibatkan nilai tukar IDR terhadap
SGD melemah (depresiasi) yaitu dan e1IDR/SGD ke e2
IDR/SGD’ , hal ini dikarenakan meningkatnya expected return on SGD deposits dan R1 SGD ke R2 SGD. Nilai tukar
uang yang melemah akan mengakibatkan barang-barang yang diimpor dan luar negeri
menjadi lebih mahal sehingga industri-industri yang harus mengimpor barang
input yang dibutuhkan dalam proses produksinya dan luar negeri harus membeli
lebih mahal, yang lebih lanjut akan membuat harga barang produksinya jadi lebih
mahal.
Lalu bagaimana cara pemerintah (otoritas moneter) menanggulangi hal
ini ? Mengambil analogi seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn Khattab
r.a.., Bank Indonesia dapat melakukan intervensi dengan cara mengurangi
penawaran IDR yaitu melalui penjualan cadangan devisa (SGD). Turunnya penawaran
dari MS1IDR ke MS2IDR. Akan
mengakibatkan naiknya expected return on IDR
deposits.
Hal tersebut akan membuat nilai tukar IDR terhadap SGD menguat
(apresiasi kembali yang yaitu dari e2IDR/SGD Ke e3IDR/SGD.
Lalu sampai dimana batas intervensi tersebut ? intervensi hanya
dilakukan sampai batas nilai tukar awal (sebelum terjadinya
perubahan-perubahan), atau istilah ‘original
supporting level’.
2. Engineered / Manipulates Changes
Disebut sebagai Engineered/Manipulated
Changes adalah karena perubahan yang terjadi disebabkan oleh manipulasi
yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang dimaksudkan untuk merugikan pihak
lain. Misalnya para fund manager di Singapura melepas IDR yang dimilikinya
sehingga terjadi ‘banjir Rupiah’ yang mengakibatkan nilai tukar Rupiah
mengalami depresiasi secara tiba-tiba atau drastis di luar perkiraan BI.
Tindakan para fund manager Singapura menimbun IDR untuk dilepaskan
saat tertentu untuk mengambil keuntungan dan fluktuasi nilai tukar IDR
merupakan tindakan yang dilarang oleh Islam yaitu: Pertama, termasuk dalam
kategori Ikhtikar (rekayasa penawaran untuk mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal tanpa adanya rekayasa).
Ikhtikar
ini dapat kita ilustrasikan sebagai berikut:
Grafik 8.8. Penurunan Nilai tukar sebagai akibat adanya
tindakan ikhtikar dan penentuan titik original supporting level
Apabila hal ini terjadi,
mengambil analogi dan pemikiran ibn Taimiyah, pemerintah seharusnya menetapkan
sistem nilai tukar dipagu secara temporer (sementara) untuk mencegah tindakan-tindakan
yang merugikan tersebut.
Penetapan nilai tukar harus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada tingkat ‘original supporting level’ IDR
yaitu nilai tukar IDR sebelum terjadinya rekayasa yang membuat fluktuasi IDR
tersebut (pada gambar adalah eIDR,SGD). Kebijakan mi dilakukan sampai ‘serangan’
fund managers tersebut mereda.
Kedua,
ketika para fund manager di Singapura
melakukan manipulasi terhadap permintaan IDR, misalnya melalui mekanisme forward transaction yang dikombinasikan
dengan margin trading, sehingga
seakan-akan permintaan IDR menurun drastis di mana selanjutnya para fund
manager itu kemudian mengambil keuntungan dan fluktuasi nilai tukar IDR
tersebut. Hal ini pun dilarang dalam Islam yaitu termasuk dalam kategori Ba’i
Najasy (rekayasa permintaan untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan
normal tanpa adanya rekayasa).
Ba’i Najasi mi dapat kita ilustrasikan sebagai
berikut:
Grafik 8.9. Perubahan Nilai Tukar Tindakan Ba’I najasy
Tindakan para fund manager di
singapura menipulasi permintaan IDR melalui forward transactions dan margin
tradgs melalui bank-bank asing besar yang disertai dengan melancarkan isu-isu
polits (misalnya bila demo anti Amerika Serikat terus berlangsung akan
mengakibatkan IDR akan terus melemah) akan mengakibatkan ducking effect yaitu dimana tercipta ipini akan melemahnya Rupiah
di masa mendatang.[6]
Sama seperti dengan hal
mengatasi ikhtikar, untuk mengatasi Ba’I najasy ini bank indonesia juga harus
menetapkan suatu nilai tukar tetap secara temporer pada original supporting level-Nya sampai aksi-aksi
merugikan fund managers tersebut usai.
E. Perbedaan
Nilai Tukar Dalam Konvensional Dan Islam
a.
Nilai Tukar Uang Dalam Konvensional
Ekonomi konvensional mengatakan
bahwa uang merupakan asset yang sangat istimewa dan mempunyai status yang
sangat istimewa pula atas asset-asset ekonomi lainnya. Menurut konsep ekonomi
konvensional, konsep uang tidak begitu jelas dalam buku “Money, Interest and
Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian.
Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengendap
merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Dari
definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan ekonomi konvensional memandang bahwa
uang itu sebagai asset dan capital. Yang artinya jika mereka mempunyai banyak
uang maka mereka akan mendapatkan keuntungan yang banyak juga. Karena Capital
sama dengan profit. Jadi jika mempunyai capital banyak maka mereka akan
mendapatkan profit yang bayak juga. Oleh karna itu bagi mereka, melakukan
praktek riba itu diperbolehkan, atau menimbun harta itu diperbolehkan. Untuk
mereka sah-sah saja.
Konsep
uang muncul untuk mengatasi masalah yang ada pada proses pertukaran barang
menggunakan sistem barter. Kelemahan sistem barter yang ingin diatasi adalah
kesulitan mengukur nilai suatu barang yang akan dipertukarkan.
Ketidakuniversalan nilai suatu barang juga menjadi masalah sehingga sangat
mungkin terjadi kecurangan dan penipuan. Atas dasar inilah konsep uang muncul.
b.
Nilai Tukar Uang Dalam Islam
Dalam setiap sistem perekonomian, fungsi utama
uang selalu sebagai alat tukar(medium of exchange). Fungsi utama ini
lalu memiliki darivasi fungsi-fungsi lain seperti uang sebagai standard
of value (pengukur nilai), store of value (penyimpanan
nilai), unit of account dan standard of deferred payment (pengukur
pembayaran tangguh).
Dalam Islam, uang adalah uang yang
hanya berfungsi sebagai alat tukar. Jadi uang adalah sesuatu yang terus
mengalir dalam perekonomian, atau lebih dikenal sebagai flow concept.
Ini berbeda dengan system perekonomian kapitalis, di mana uang dipandang tidak
saja sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga dipandang
sebagai komoditas. Dengan demikian, menurut sistem ini, uang dapat diperjual
belikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Dalam
perspektif ini uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apapun yang berfungsi
sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange (alat
tukar).Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan
baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik
uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan
untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yag lain
sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh Imam
Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya
itu sendiri) tidak ada manfaat atau tujuan-tujuannya. Al-Ghazali dalam karya
monumenalnya, Ihya’ Ulumiddin mengatakan: “Kedua-duanya tidak memilki arti
apa-apa tetapi keduanya mengartikan segala-galanya. Keduanya ibarat cermin, ia
tidak memiliki warna tapi bisa mencerminkan semua warna”.
Dari sinilah pertanyaan kemudian
mengemukakan jika uang dalam Islam hanya berfungsi sebagai alat tukar, apakah
Islam membatasi penggunaan emas dan perak sebagai satuu-satunya mata uang yang
diakui syara’ atau memberikan kebebasan penggunaan mata uang dari bahan apa pun
dengan catatan fungsinya dapat terpenuhi?[7]
Dinar-Dirham dalam Lintas Sejarah
Emas, dalam sejarah perkembangan
sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40 ribu tahun sebelum masehi.Hal itu
ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di Spanyol, yang saat itu
digunakan oleh Paleolithic Man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa emas
ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Circa) 3000 tahun sebelum masehi.
Sedangkan sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki)
sejak 700 tahun sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi
dan perhiasan tersebut kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic (JM Keynes).
Lahirnya Islam sebagai sebuah
peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW telah
memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap penggunaan emas sebagai
mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan perlindungan. Pada
masa Rasulullah, diterapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas,
atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Sementara Khalifah Umar
bin Khattab menentukan standar koin denagan berat 10 Dirham setara dengan 7
Dinar (1 mitsqal)
Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi)
Khalifah Abdul Malik memrintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama
kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab.
Dinar-Dirham dalam Alquran dan Hadits
Dalam Alquran dan Hadits, emas dan
perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai
harta dan lambang kekayaan yang disimpan. Ini dapat kita lihat dalam
QS.attaubah:34 yang menjelaskan
“orang-orang yang menimbun emas dan perak, baik dalam
bentuk mata uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka tidak mau
mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan adzab yang pedih”.
Sederet ulama berpendapat bahwa uang
adalah masalah syara’ yang telah diatur oleh Allah swt. Alquran hanya
menyebutkan emas, perak, dinar, dan dirham sebagai barang-barang yang memiliki
nilai, dan tidak pernah menyebutkan mata uang lainnya. Maka menjadi hal yang
niscaya bagi umat islam untuk menggunakan emas dan perak (dinar-dirham) sebagai
satu-satunya medium of exchange. Pendapat ini diusung oleh ulama-ulama besar
seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf, fatwa kalangan Hanafiyah daam Al-Fatawa
al-Hindiyah, kalangan malikiyah dalam pendapatnya yang tidak popular, kalangan
Syafi’iyah dalam pendapat yang ashah (As-suyuthi: Asybah wannadzair),
Al-Maqrizy, dan ulama-ulama kontemporer lainnya.
Al-Maqrizy barangkali satu dari
ulama ekonom yang sangat lantang menyuarakan pendapatnya bahwa mata uang yang
sah menurut syara’ hanyalah emas dan perak. Beliau berpendapat bahwa yang
berhak untuk jadi alat pengukur harga dan nilai barang-barang komoditi dan
pekerjaan hanyalah emas dan perak.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Exchange Rates (nilai tukar uang) atau yang lebih popular
dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dan mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya,
yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang
merepresentasikan tingkat harga pertukaran dan satu mata uang ke mata uang yang
lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi
perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran
uang jangka pendek antarnegara, yang melewati batas-batas geografis ataupun
batas-batas hukum.
Nilai
tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh pemerintah (otoritas moneter)
seperti pada negara-negara yang memakai sistem fixed exchange rates ataupun ditentukan oleh kombinasi antara
kekuatan-kekuatan pasar yang saling berinteraksi (bank komersial-perusahaan
multinasional-perusahaan manajemen asset-perusahaan asuransi-bank devisa-bank
sentral) serta kebijakan pemerintah seperti pada negara-negara yang memakai
rezim sistem ‘flexible exchange rates’.
Kemudian Penyebab Fluktuasi
Nilai Tukar Uang Dalam Islam melalui natural dan human error. Setiap Bank Sentral dapat memilih antara dua rezim kebijakan nilai
tukar yang berbeda yaitu:
1. Rezim Nilai Tukar Dipagu (Fixed Exchange Rate Regime): yaitu
bila otoritas keuangan suatu negara menetapkan suatu nilai tukar uang tertentu
untuk mata uangnya;
2. Rezim Nilai Tukar Fleksibel (Flexible Exchange Rate Regime):
yaitu bila nilai tukar mata uang suatu negara adalah ditentukan oleh
keseimbangan yang terjadi di pasar pertukaran uangnya.
Jadi
uang dalam konvensional maupun dalam islam sama saja sebetulnya berfungsi
sebagai alat tukar hanya saja dalam bentuknya yang berbeda islam dengan dirham,
emas, dll, dan konvensional dengan uang kertas dan uang logam. Karena yang
terpenting hanya stabilitas dalam nilai uang bukan bentuk uang itu sendiri.
B.
Saran
Tak
ada gading yang tak retak. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak
kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya
DAFTAR
PUSTAKA
Nurul Huda. 2009. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.
Jakarta: Kencana.
Adirwarman A. Karim.
2012. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Abdul Aziz.2008.Ekonomi
Islam:Analisis Mikro Dan Makro.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Zumaroh, Nilai Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam dalam
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah,
Vol. 03 Nomor 2.
Andi Mardiana, Uang Dalam Ekonomi Islam dalam Jurnal
Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014.
Nurlaili, Uang Dalam
Prespektif Ekonomi Islam (Depresiasi Nilai Rupiah) dalam Jurnal IKONOMIKA Volume 1, Nomor 1, Mei 2016.
[1] Douglas Greenwald sebagaimana
dikutip oleh Adiwarman Karim, Makro
Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.157
[2] S.E
Landsburg sebagaimana
dikutip oleh Adiwarman Karim, Makro
Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.158
[3] Paul
R.Krugman, Maurice Obsfeld sebagaimana dikutip oleh Adiwarman Karim, Makro Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.163
[4] Abdul Aziz, Ekonomi
Islam:Analisis Mikro Dan Makro,(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2008), h. 57-58
[5]Zumaroh, Nilai Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam dalam
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah,
Vol. 03 Nomor 2, h.253-257.
[6] [6] Ir.
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers ,2012),
ed.1, cet.5, h.157-175.
[7]Andi
Mardiana, Uang
Dalam Ekonomi Islam dalam Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014, h.102
[8]Nurlaili, Uang Dalam Prespektif Ekonomi Islam
(Depresiasi Nilai Rupiah) dalam Jurnal IKONOMIKA,
Volume 1, Nomor 1, Mei 2016, h.89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar