FIQIH ZAKAT
Makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah :
Fiqih Zakat
Dosen
Pengampu: Hj. Siti Zulaikha, S.Ag.,MH dan Riyan Erwin Hidayat, M.Sy
Disusun
Oleh
Eva Wahyu Wulandari 1502100049
Evi Setianingsih 1502100050
Frida Umami 1502100054
Kelas:
B
Kelompok
2
PROGRAM
STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
2017
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, sehingga kami
dapat membuat makalah tentang “Sebab, Syarat, Rukun Zakat dan perbedaan antara
Zakat dan Pajak”. Makalah ini guna memenuhi tugas Fiqiih Zakat, semoga makalah
ini dapat berguna untuk kita semua.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kita dalam mengerjakan makalah ini. Dan juga yang telah membantu kita
dalam mengerjakan makalah ini. Namun, makalah ini juga masih belum sempurna
mungkin ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap kiranya para
pembaca dapat memberikan kritikan dan masukan yang positif serta saran-sarannya
untuk kesempurnaan makalah ini.
Mertro,
04 April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................... 2
C.
Tujuan
Masalah....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sebab Zakat............................................................................................... 3
B.
Syarat Zakat.............................................................................................. 3
C.
Rukun
Zakat...............................................................................................
D. Perbedaan Zakat dan Pajak......................................................................
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Zakat menurut bahasa adalah berseh dan berkembang. Sedangkan
menurut syariah ialah hak wajib dari harta tertentu pada waktu tertentu. Zakat
merupakan rukun Islam ketiga dari lima rukun yang menjadi fondasinya. Menurut
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, zakat adalah hak wajib dalam harta. Adapun menurut Dr.
Yusuf Al- Qawardhawi, zakat merupakan bagian tertentu dari harat yang
diwajibkan Allah untuk para mustahiq. [1]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian zakat ialah kewajiban
harta yang spesifik, yang harus memenuhi syarat tertentu, alokasi tertentu, dan
waktu tertentu pula.[2]
Karen
pentingnya kedudukan zakat dalam islam, maka Allah mendorong secara luas untuk
meneunaikan zakat dan berinfaq untuk orang-orang yang memerlukan. Zakat dapat
membersihkan hati orang-orang kaya dari penyakit kikir dan bakhil, di samping
membersihkan dari dosa dan zakat juga mengembangkan harta mereka. Maka Allah
SWT berfirman :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ óOs9r& (#þqãKn=÷èt ¨br& ©!$# uqèd ã@t7ø)t spt/öqG9$# ô`tã ¾ÍnÏ$t7Ïã äè{ù'tur ÏM»s%y¢Á9$# cr&ur ©!$# uqèd Ü>#§qG9$# ÞOÏm§9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya:
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan sakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu
(menjadi) kententraman jiwa bagi bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. Tidakalah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat dari
hamba-hambaNya dan menerima Zakat dan bahwa Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang?” (At-Taubah:
103-104).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
menjadi sebab zakat?
2.
Apa yang
menjadi syarat zakat?
3.
Apa rukun zakat?
4.
Bagaimana
perbedaan antara zakat dan pajak?
C.
Tujuam Masalah
1.
Untuk
mengetahui sebab zakat.
2.
Untuk
mengetahui syarat zakat.
3.
Untuk
mengetahui rukun zakat.
4.
Untuk
mengetahui perbedaan antara zakat dan pajak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sebab Zakat
Mazhab
Hanafi berpendapat bahwa sebab zakat merupakan harta milik yang mencapai nishab
dan produktivitasnya itu baru berupa perkiraan. Dengan syarat, pemilik harta
tersebut telah berlangsung satu tahun, dan pemiliknya tidak memiliki utang
berkaitan dengan hak manusia, dan harta tersebut sudah melebihi kebutuhan
pokok.[3]
Perlu
dicatat bahwa sebab dan syarat merupakan tempat bergantungnya wujud sesuatu.
Hanya saja, kepada sebelahlah kewajiban disandarkan, lain halnya dengan syarat.
Dengan demikian barang siapa yang hartanya tidak mencapai nishab, dia tidak
berkewajiban mengeluarkan zakat. Tidak ada zakat dalam harta wakaf karena wakaf
tidak ada yang memiliki. Begitu juga, zakat tidak diwajibkan dalam harta yang
ditahan oleh musuh di daerah mereka sebab meskipun harta tersebut dimiliki, ia
berada ditangan musuh.
Yang
dimaksud dengan nishab ialah kadar yang ditentukan oleh syariat sebagai ukuran
mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Ukuran ini akan dijelaskan pada pembahasan “Harta-harat yang mesti dizakati”,
misalnya uang sejumlah 200 dirham dan 20 dinar.
Atas
dasar ini, zakat tidak diwajibkan terhadap harta yang dibeli untuk perdagangan
yang belum dimiliki, yakni karena kepemilikan itu belum sempurna. Menurut
kesepakatan semua mazhab, harta benda yang menjadi kebutuhan pokok tidak wajib
dizakati, misalnya pakaian untuk menutupi tubuh, harta yang dipakai, rumah
tempat tinggal. Harta diatas tidak wajib dizakati karena semuanya merupakan
keperluan-keperluan pokok dan tidak produktif.[4]
Begitu
juga menurut mazhab Hanafi, harta yang hilang yang baru ditemukan setelah
beberapa tahun, yakni harta yang tidak produktif, tidak wajib dizakati.
Demikian harta yang tenggelam ke dalam laut yang baru ditemukan setelah
beberapa tahun berikutnya. Zakat juga tidak diwajibkan terhadap harta yang di-ghashab
oleh orang lain, yang tidak mempunyai bukti-bukti kepemilikannya. Namun, jika
harta yang di-ghashab tersebut memiliki bukti kepemilikannya, harta
tersebut wajib dizakati, setelah berada ditangan pemiliknya.
Orang
yang memiliki harta benda yang terpendam di sebuah tempat yang tidak diketahui
secara jelas, lalu beberapa waktu kemudian hartanya ditemukan , tidak wajib
mengeluarkan zakatnya. Begitu juga, orang yang menyimpan harta titipan yang
terlupakan, yang bukan zakatnya. Akan tetapi, jika titipan yang terlupakan itu
milik temannya, zaktnya wajib dikeluarkan. Kelupaan terhadap barang titipan
tersebut terjadi karena sikap meremehkan yang tidak pada tempatnya.
Harta
benda yang diutangi oleh orang lain, yang pengutangnya memungkirinya selama
beberapa tahun dan tidak ada bukti atas utang tersebut, tetapi kemudian dia
mengakuinya dihadapan orang, tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Begitu juga,
harta yang diambil secara zalim, kemudian kembali kepemiliknya, tidak wajib
dizakati. Adapun jika harta tersebut diutangi oleh orang yang mengakuinya dan
kaya, atau oleh orang miskin, atau oleh orang yang memungkirinya tetapi ada
bukti bahwa dia berhutang, maka harta tersebut wajib dizakati. [5]
Dalil
mazhab Hanafi mengenai tidak wajibnya zakat pada harta-harta diatas, pada hadis
berikut.
لاَزَكَاةَفِيْ
مَالِ الضِّمَارِ
Tidak ada zakat dalam harta dhimar.
Maksud harta dhimar ialah harta yang tidak bisa
dimanfaatkan, padahal ia masih menjadi milik pemiliknya.
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak diwajibkan atas harta yang
kepemilikannya belum mencapai hawl. [6]
Kesimpulan
penjelasan diatas bahwa sebab zakat berkaitan erat dengan syarat zakat.
Sehingga yang menjadi sebab zakat ialah apabila harta seorang muslim telah
memenuhi syarat sahnya zakat.
B.
Syarat Zakat
1.
Syarat Wajib
Zakat
Adapun
syarat seseorang yang wajib mengeluarkan zakat yang harus dipenuhi, antara
lain:
a.
Muslim,
b.
Baligh,
c.
Berakal,
d.
Memiliki harta
yang mencapai nishab.[7]
Pada
perspektif lain yang menjadi syarat orang berzakat atau muzakki ialah
orang Islam yang telah baligh dan berakal serta memiliki harta yang memenuhi
syarat. Tidak wajib zakat atas orang-orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.[8]
2.
Syarat Harta
yang Wajib di Zakatkan
Syarat
harta yang wajib dizakatkan adalah: ia merupakan harta yang baik, milik yang
sempurna dari yang berzakat, berjumlah satu nishabatau lebih dan telah
tersimpan selama satu tahun qamariyah atau haul. Ini adalah syarat umum yang
berlaku untuk semua harta zakat. Disamping itu terdapat syarat khusus berlaku untuk
harta zakat tertentu.[9]
Disamping
itu, terdapat tujuh syarat harta yang wajib dizakatkan:
a.
Halal, harta
tersebut harus didapat dengan cara yang wajib dan yang halal,
b.
Milik penuh,
yang dimaksud kepemilikan disini berupa hak untuk penyimpanan, pemakaian, pengelolaan
yanng diberikan Allah SWT kepada manusia, dan di dalamnya tidak ada hak orang
lain,
c.
Berkembang,
harta tersebut bertambah baik secara maupun secara tidak nyata,
d.
Cukup nisab,
jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena zakat,
e.
Cukup haul,
jangka waktu kepemilikan harta di tangan pemilik sudah melampaui dua belas
bulan qamariyah,
f.
Bebas dari
hutang, harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus bersih dari hutang, dan
g.
Lebih dari
kebutuhan pokok, orang yan memiliki harta lebih dari kebutuhannya, namun amat
sulit menentukan kebutuhan pokok seseorang, maka ulama sepakat syarat nisab
sudah cukup.[10]
Menurut para
ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat
dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat – syarat
itu adalah:
a.
Pemilikan yang
pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan
pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b.
Berkembang.
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun
bertambah karena ikhtikar atau usaha manusia.
c.
Melebihi
kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipumyai oleh diri dan keluarganya untuk
hidup wajar sebagai manusia.
d.
Bersih dari
hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik
hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
e.
Mencapai nishab.
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
f.
Mencapai haul.
Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas
bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.[11]
3.
Syarat Orang
yang Menerima Zakat
Syarat
orang yang menerima zakat adalah jelas adanya, baik ia orang atau badan atau
lembaga atau kegiatan.[12]
C.
Rukun Zakat
Rukun
zakat merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam zakat, yaitu orang yang
berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat.[13]
Rukun
zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nisbah (harta), dengan melepaskan
kepemilikan terhadapnya menjadikan sebagian milik orang kafir, yang
menyerahkannya kepada atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya, yakni
iman atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.[14]
D.
Perbedaan antar
Zakat dengan Pajak
1.
Hubungan Zakat
dengan Pajak
Mengkaji
bagaimana hubungan anatara zakat dan pajak sangat perlu dilakukan, karena
subjek keduanya adlah sama, yaitu kaum Muslim. Persamaan dan perbedaan zakat
dan pajak disandingkan, agar tidak terjadi beban lebih (overload) atas
diri seorang Muslim. Jika diperhatikan lebih mendalam, sesungguhnya zakat itu
jauh berbeda dengan pajak, namun perbedaannya tidak separah seperti yang
digambarkan oleh tokoh-tokoh sekuler yang menganggap pajak adlaha kewajiban
kenegaraan dan zakat kewajiban keagamaan (secularism).[15]
2.
Empat Pendapat
tentang Hubungan Zakat dan Pajak
Ada
empat pendapat yang berbeda tentangg bagaimana hubungan zakat dan pajak, yaitu:
a.
Zakat dan pajak
adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara. Pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh
Az-Zakah. Qardhawi memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban
yang sama-sama wajib atas diri kaum Muslim. Hanya saja pajak diberlakukan untuk
kondisi tertentu.
b.
Zakat adalah
kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Gazy Inayah dalam
kitabnya Al-Iqtishad Al-Islami Az-Zakah wa Ad-Dharibah.
c.
3.
Persamaan Zakat
dan Pajak
Zakat dan pajak
keduanya memiliki persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan antara zakat dan
pajak adalah:
a.
Di dalam zakat
dan pajak ada unsur kewajiban dan paksaan. Bila seorang muslim terlambat
membayar zakat, karena Iman dan Islamnya belum kuat, pemerintah Islam bisa
memaksakannya enggan membayar zakat.
b.
Jika melalaikan
kewajibannya itu, maka akan diberi sanksi.
c.
Pajak harus
disetor kepada lembaga pemerintah (negara), di pusat atau daerah, sedangkan
zakat disetorkan ke Amil.
d.
Para wajib
zakat maupun pajak sama-sama tidak memperoleh imbalan.
e.
Pajak pada masa
sekarang memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sama
halnya zakat memiliki tujuan yang sama di samping ada nilai tambah untuk
kehidupan pribadi dan masyarakat.[16]
Persamaan
zakat dan pajak terlihat pada pembebanan kewajiban itu atas harta kekayaan yang
dimiliki seseorang dan pada pribadi orang yang berangkutan.[17]
4.
Perbedaan
antara Zakat dan Pajak
Perbedaan
antara zakat dan pajak antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Zakat
mengandung pengertian suci, bertambah dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat
jiwanya suci dan bersih, jauh dari sifat tamak dan kikir. Karena hak orang lain
telha ditunaikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati juga
bertambah dan berkah. Sedanagkan pajak artinya hutang yang wajib dibayar,
sehingga kesan pajak adalah beban yang berat yang dipaksakan walaupun hasil
pajak itu dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan negara.
b.
Zakat adalah
ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam sebagai tanda syukur kepada Allah dan
mendekatkan diri kepadaNya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas warga negara
baik muslim maupun non muslim yang yang tidak ada kaitannya dengan ibadah
kepada Allah.
c.
Zakat adalah
ketentuan dari Allah dan rasulnya. Sedangkan pajak adalah ketentuan tergantung
dari kebijakan penguasa (pemerintah) dari suatu negara.
d.
Zakat bersifat
permanen, artinya kewajiban zakat tidak bisa dihapus kapanpun oleh siapapun.
Sedangkan pajak bisa bertambah ataupun berkurang bahkan bisa dihapus sesuai
dengan kepentingan negara.
e.
Dalam hal
penyaluran, zakat telah ditentukan oleh Allah dan rasulnya. Sedangkan pajak
penyalurannya lebih bersifat umum.
f.
Maksud dan
tujuan zakat mengandung bimbingan spiritual yang tinggi, sedangkan pajak tidak.[18]
Perbedaan
antara zakat dan pajak ialah (1) zakat adalah kewajiban agama yang ditetapkan
oleh Allah, sedangkan pajak adalah kewajiban warga negara yang ditentukan oleh
pemerintah, (2) yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang-orang Islam, sedang
yang wajib membayar pajak tidak hanya orang-orang Islam saja, tetapi semua
warga negara dan orang asing tanpa memandang agama yang dipeluknya, (3) yang
berhak menerima zakat sudah tertentu kelompokya, sedang yang berhak menikmati
pajak adalah semua penduduk yang ada dalam suatu negara, (4) sanksi tidak
membayar zakat adalah dosa, karena tidak memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya,
sedang sanksi tidak membayar pajak hanya denda atau hukuman saja, (5) zakat
tidak mungkin dihapuskan karena merupakan rukun Islam (ketiga), sedang pajak
mungkin saja diganti atau dihapuskan tergantung pada pertimbangan pemerintah
dan keadaan keuangan negara.[19]
Secara
sepintas perbedaan zakat dan Pajak antara lain;
a)
Zakat
ü Berarti bersih, berkembang, dan bertambah,
ü Dasar hukumnya Al-qur’an dan Sunnah,
ü Jaminan nisab dan haulnya ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya,
bersifat mutlak,
ü
b)
Pajak
5.
UU Pengelolaan
Zakat
Harta-harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya dituangkan dalam UU Pengelolaan Zakat, Bab IV
tentang pengumpulan zakat. Di dalam Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa zakat
terdiri atas zakat maal dan fitrah.
Pada
ayat (2) disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah:
·
Emas, perak,
dan uang
·
Perdagangan dan
perusahaan
·
Hasil
pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan
·
Hasil
pertambangan
·
Hasil
peternakan
·
Hasil endapatan
dan jasa
· Rikaz
Pada ayat (3)
diatur tentang perhitungan zakat maal menurut nisab, kadar, dan waktu
ditetapkan berdasarkan hukum agama.
6.
UU Pajak
Sedangkan
pajak termasuk dalam Undang-Undang Pajak No.77/2000 dalam Pasal 9 dan Pasal 4
yanng menyebutkan tentang harta zakat, hibahan, dan bantuan.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwasannya
sebab zakat dan syarat zakat merupakan suatu kesatuan. Sehingga seseorang wajib
mengeluarkan zakat apabila harta yang akan dizakati sudah memenuhi syarat
sahnya zakat. Syarat-syarat tersebut antara lain; pemilikan yang pasti,
berkembang, melebihi kebutuhan pokok, bersih dari hutang, dan mencapai nisab.
Apabila syarat sudah terpenuhi maka harus di imbangi dengan rukun zakat. Yang
merupakan rukun zakat yakni; orang yang berzakat, harta yang dizakatkan dan
orang yang menerima zakat.
Zakat
dan pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi, namun zakat tidaklah
identik dengan pajak meskipun zakat dan pajak memiliki persamaan. Namun, banyak
hal yang membedakan antara zakat dan pajak, diantaranya :
B.
Saran
[1]
Ali Mahmud Uqaily,Praktis dan Mudah Menghitung Zakat,(Solo: PT Aqwam
Media Profetika, 2013), hlm. 12.
[2]
April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit
Sketsa, 2008),hlm.6.
[3]
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995), hal.95.
[4]
Ibid.,hlm.95.
[5]
Ibid.,hlm.96.
[6]
Ibid.,hlm.97.
[7]
April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit
Sketsa, 2008),hlm.10.
[8]
Amir Syarifuddin,Gari-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Pernada Media
Group, 2010), hlm.40.
[9]
Ibid., hlm. 40.
[10]
Jurnal Akuntansi dan Manajemen Vol 5
No.1 Juni 2010 ISNN 1858-3687.hlm.37.
[11]
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.41.
[12]
Amir Syarifuddin,Gari-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Pernada Media
Group, 2010), hlm.40.
[13]
Ibid.,hlm.40.
[14]
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995), hal.97-98.
[15]
Gusfahmi,Pajak Menurut Syariah,(Jakarta:
Rajawali Pers, 2011),hlm.183.
[16]
April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit
Sketsa, 2008),hlm.65.
[17]
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.50.
[18]April
Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit Sketsa,
2008),hlm.65-66.
[19]
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.50.
[20]
Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah tanpa Khilafiah Zakat,
(Jakarta: Indocamp, 2008), hlm.77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar