Jumat, 19 Mei 2017

fiqih zakat : sebab, zakat dan rukun zakat serta perbedaan zakat dengan pajak



FIQIH ZAKAT
Makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah :
Fiqih Zakat
Dosen Pengampu: Hj. Siti Zulaikha, S.Ag.,MH dan Riyan Erwin Hidayat, M.Sy

 








                                                    Disusun Oleh
Eva Wahyu Wulandari               1502100049
Evi Setianingsih                           1502100050
Frida Umami                               1502100054
                  

Kelas: B
Kelompok 2

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)  METRO
2017

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, sehingga kami dapat membuat makalah tentang “Sebab, Syarat, Rukun Zakat dan perbedaan antara Zakat dan Pajak”. Makalah ini guna memenuhi tugas Fiqiih Zakat, semoga makalah ini  dapat berguna untuk kita semua.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kita dalam mengerjakan makalah ini. Dan juga yang telah membantu kita dalam mengerjakan makalah ini. Namun, makalah ini juga masih belum sempurna mungkin ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap kiranya para pembaca dapat memberikan kritikan dan masukan yang positif serta saran-sarannya untuk kesempurnaan makalah ini.


                                                                                     Mertro, 04 April 2017
                                                                                    
                                                                                     Penulis







DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................... 2
C.    Tujuan Masalah....................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sebab Zakat............................................................................................... 3
B.     Syarat Zakat.............................................................................................. 3
C.    Rukun Zakat...............................................................................................
D.    Perbedaan Zakat dan Pajak......................................................................
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................
Daftar Pustaka                                                                   


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Zakat menurut bahasa adalah berseh dan berkembang. Sedangkan menurut syariah ialah hak wajib dari harta tertentu pada waktu tertentu. Zakat merupakan rukun Islam ketiga dari lima rukun yang menjadi fondasinya. Menurut Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, zakat adalah hak wajib dalam harta. Adapun menurut Dr. Yusuf Al- Qawardhawi, zakat merupakan bagian tertentu dari harat yang diwajibkan Allah untuk para mustahiq. [1]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian zakat ialah kewajiban harta yang spesifik, yang harus memenuhi syarat tertentu, alokasi tertentu, dan waktu tertentu pula.[2]
Karen pentingnya kedudukan zakat dalam islam, maka Allah mendorong secara luas untuk meneunaikan zakat dan berinfaq untuk orang-orang yang memerlukan. Zakat dapat membersihkan hati orang-orang kaya dari penyakit kikir dan bakhil, di samping membersihkan dari dosa dan zakat juga mengembangkan harta mereka. Maka Allah SWT berfirman :
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ   óOs9r& (#þqãKn=÷ètƒ ¨br& ©!$# uqèd ã@t7ø)tƒ spt/öq­G9$# ô`tã ¾ÍnÏŠ$t7Ïã äè{ù'tƒur ÏM»s%y¢Á9$# žcr&ur ©!$# uqèd Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÉÍÈ 
Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan sakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) kententraman jiwa bagi bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidakalah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat dari hamba-hambaNya dan menerima Zakat dan bahwa Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang?” (At-Taubah: 103-104).
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang menjadi sebab zakat?
2.      Apa yang menjadi syarat zakat?
3.      Apa rukun zakat?
4.      Bagaimana perbedaan antara zakat dan pajak?
C.  Tujuam Masalah
1.      Untuk mengetahui sebab zakat.
2.      Untuk mengetahui syarat zakat.
3.      Untuk mengetahui rukun zakat.
4.      Untuk mengetahui perbedaan antara zakat dan pajak.














BAB II
PEMBAHASAN


A.      Sebab Zakat
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa sebab zakat merupakan harta milik yang mencapai nishab dan produktivitasnya itu baru berupa perkiraan. Dengan syarat, pemilik harta tersebut telah berlangsung satu tahun, dan pemiliknya tidak memiliki utang berkaitan dengan hak manusia, dan harta tersebut sudah melebihi kebutuhan pokok.[3]
Perlu dicatat bahwa sebab dan syarat merupakan tempat bergantungnya wujud sesuatu. Hanya saja, kepada sebelahlah kewajiban disandarkan, lain halnya dengan syarat. Dengan demikian barang siapa yang hartanya tidak mencapai nishab, dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat. Tidak ada zakat dalam harta wakaf karena wakaf tidak ada yang memiliki. Begitu juga, zakat tidak diwajibkan dalam harta yang ditahan oleh musuh di daerah mereka sebab meskipun harta tersebut dimiliki, ia berada ditangan musuh.
Yang dimaksud dengan nishab ialah kadar yang ditentukan oleh syariat sebagai ukuran mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Ukuran ini akan dijelaskan pada  pembahasan “Harta-harat yang mesti dizakati”, misalnya uang sejumlah 200 dirham dan 20 dinar.
Atas dasar ini, zakat tidak diwajibkan terhadap harta yang dibeli untuk perdagangan yang belum dimiliki, yakni karena kepemilikan itu belum sempurna. Menurut kesepakatan semua mazhab, harta benda yang menjadi kebutuhan pokok tidak wajib dizakati, misalnya pakaian untuk menutupi tubuh, harta yang dipakai, rumah tempat tinggal. Harta diatas tidak wajib dizakati karena semuanya merupakan keperluan-keperluan pokok dan tidak produktif.[4]

Begitu juga menurut mazhab Hanafi, harta yang hilang yang baru ditemukan setelah beberapa tahun, yakni harta yang tidak produktif, tidak wajib dizakati. Demikian harta yang tenggelam ke dalam laut yang baru ditemukan setelah beberapa tahun berikutnya. Zakat juga tidak diwajibkan terhadap harta yang di-ghashab oleh orang lain, yang tidak mempunyai bukti-bukti kepemilikannya. Namun, jika harta yang di-ghashab tersebut memiliki bukti kepemilikannya, harta tersebut wajib dizakati, setelah berada ditangan pemiliknya.
Orang yang memiliki harta benda yang terpendam di sebuah tempat yang tidak diketahui secara jelas, lalu beberapa waktu kemudian hartanya ditemukan , tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Begitu juga, orang yang menyimpan harta titipan yang terlupakan, yang bukan zakatnya. Akan tetapi, jika titipan yang terlupakan itu milik temannya, zaktnya wajib dikeluarkan. Kelupaan terhadap barang titipan tersebut terjadi karena sikap meremehkan yang tidak pada tempatnya.
Harta benda yang diutangi oleh orang lain, yang pengutangnya memungkirinya selama beberapa tahun dan tidak ada bukti atas utang tersebut, tetapi kemudian dia mengakuinya dihadapan orang, tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Begitu juga, harta yang diambil secara zalim, kemudian kembali kepemiliknya, tidak wajib dizakati. Adapun jika harta tersebut diutangi oleh orang yang mengakuinya dan kaya, atau oleh orang miskin, atau oleh orang yang memungkirinya tetapi ada bukti bahwa dia berhutang, maka harta tersebut wajib dizakati. [5]
Dalil mazhab Hanafi mengenai tidak wajibnya zakat pada harta-harta diatas, pada hadis berikut.
لاَزَكَاةَفِيْ مَالِ الضِّمَارِ
Tidak ada zakat dalam harta dhimar.
Maksud harta dhimar ialah harta yang tidak bisa dimanfaatkan, padahal ia masih menjadi milik pemiliknya.
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak diwajibkan atas harta yang kepemilikannya belum mencapai hawl. [6]
Kesimpulan penjelasan diatas bahwa sebab zakat berkaitan erat dengan syarat zakat. Sehingga yang menjadi sebab zakat ialah apabila harta seorang muslim telah memenuhi syarat sahnya zakat.
B.       Syarat Zakat
1.      Syarat Wajib Zakat
Adapun syarat seseorang yang wajib mengeluarkan zakat yang harus dipenuhi, antara lain:
a.       Muslim,
b.      Baligh,
c.       Berakal,
d.      Memiliki harta yang mencapai nishab.[7]
Pada perspektif lain yang menjadi syarat orang berzakat atau muzakki ialah orang Islam yang telah baligh dan berakal serta memiliki harta yang memenuhi syarat. Tidak wajib zakat atas orang-orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.[8]
2.      Syarat Harta yang Wajib di Zakatkan
Syarat harta yang wajib dizakatkan adalah: ia merupakan harta yang baik, milik yang sempurna dari yang berzakat, berjumlah satu nishabatau lebih dan telah tersimpan selama satu tahun qamariyah atau haul. Ini adalah syarat umum yang berlaku untuk semua harta zakat. Disamping itu terdapat syarat khusus berlaku untuk harta zakat tertentu.[9]
Disamping itu, terdapat tujuh syarat harta yang wajib dizakatkan:
a.       Halal, harta tersebut harus didapat dengan cara yang wajib dan yang halal,
b.      Milik penuh, yang dimaksud kepemilikan disini berupa hak untuk penyimpanan, pemakaian, pengelolaan yanng diberikan Allah SWT kepada manusia, dan di dalamnya tidak ada hak orang lain,
c.       Berkembang, harta tersebut bertambah baik secara maupun secara tidak nyata,
d.      Cukup nisab, jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena zakat,
e.       Cukup haul, jangka waktu kepemilikan harta di tangan pemilik sudah melampaui dua belas bulan qamariyah,
f.       Bebas dari hutang, harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus bersih dari hutang, dan
g.      Lebih dari kebutuhan pokok, orang yan memiliki harta lebih dari kebutuhannya, namun amat sulit menentukan kebutuhan pokok seseorang, maka ulama sepakat syarat nisab sudah cukup.[10]
Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat – syarat itu adalah:
a.         Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b.         Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtikar atau usaha manusia.
c.         Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipumyai oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
d.        Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
e.         Mencapai nishab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
f.          Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.[11]
3.      Syarat Orang yang Menerima Zakat
Syarat orang yang menerima zakat adalah jelas adanya, baik ia orang atau badan atau lembaga atau kegiatan.[12]
C.      Rukun Zakat
Rukun zakat merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam zakat, yaitu orang yang berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat.[13]
Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nisbah (harta), dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya menjadikan sebagian milik orang kafir, yang menyerahkannya kepada atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya, yakni iman atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.[14]
D.      Perbedaan antar Zakat dengan Pajak
1.      Hubungan Zakat dengan Pajak
Mengkaji bagaimana hubungan anatara zakat dan pajak sangat perlu dilakukan, karena subjek keduanya adlah sama, yaitu kaum Muslim. Persamaan dan perbedaan zakat dan pajak disandingkan, agar tidak terjadi beban lebih (overload) atas diri seorang Muslim. Jika diperhatikan lebih mendalam, sesungguhnya zakat itu jauh berbeda dengan pajak, namun perbedaannya tidak separah seperti yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sekuler yang menganggap pajak adlaha kewajiban kenegaraan dan zakat kewajiban keagamaan (secularism).[15]


2.      Empat Pendapat tentang Hubungan Zakat dan Pajak
Ada empat pendapat yang berbeda tentangg bagaimana hubungan zakat dan pajak, yaitu:
a.    Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara. Pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah. Qardhawi memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang sama-sama wajib atas diri kaum Muslim. Hanya saja pajak diberlakukan untuk kondisi tertentu.
b.    Zakat adalah kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Gazy Inayah dalam kitabnya Al-Iqtishad Al-Islami Az-Zakah wa Ad-Dharibah.
c.     
3.      Persamaan Zakat dan Pajak
Zakat dan pajak keduanya memiliki persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan antara zakat dan pajak adalah:
a.       Di dalam zakat dan pajak ada unsur kewajiban dan paksaan. Bila seorang muslim terlambat membayar zakat, karena Iman dan Islamnya belum kuat, pemerintah Islam bisa memaksakannya enggan membayar zakat.
b.      Jika melalaikan kewajibannya itu, maka akan diberi sanksi.
c.       Pajak harus disetor kepada lembaga pemerintah (negara), di pusat atau daerah, sedangkan zakat disetorkan ke Amil.
d.      Para wajib zakat maupun pajak sama-sama tidak memperoleh imbalan.
e.       Pajak pada masa sekarang memiliki tujuan kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sama halnya zakat memiliki tujuan yang sama di samping ada nilai tambah untuk kehidupan pribadi dan masyarakat.[16]
                Persamaan zakat dan pajak terlihat pada pembebanan kewajiban itu atas harta kekayaan yang dimiliki seseorang dan pada pribadi orang yang berangkutan.[17]
4.      Perbedaan antara Zakat dan Pajak
Perbedaan antara zakat dan pajak antara lain adalah sebagai berikut:
a.         Zakat mengandung pengertian suci, bertambah dan berkah. Orang yang mengeluarkan zakat jiwanya suci dan bersih, jauh dari sifat tamak dan kikir. Karena hak orang lain telha ditunaikan kepada yang berhak menerimanya. Harta yang dizakati juga bertambah dan berkah. Sedanagkan pajak artinya hutang yang wajib dibayar, sehingga kesan pajak adalah beban yang berat yang dipaksakan walaupun hasil pajak itu dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan negara.
b.        Zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas warga negara baik muslim maupun non muslim yang yang tidak ada kaitannya dengan ibadah kepada Allah.
c.         Zakat adalah ketentuan dari Allah dan rasulnya. Sedangkan pajak adalah ketentuan tergantung dari kebijakan penguasa (pemerintah) dari suatu negara.
d.        Zakat bersifat permanen, artinya kewajiban zakat tidak bisa dihapus kapanpun oleh siapapun. Sedangkan pajak bisa bertambah ataupun berkurang bahkan bisa dihapus sesuai dengan kepentingan negara.
e.         Dalam hal penyaluran, zakat telah ditentukan oleh Allah dan rasulnya. Sedangkan pajak penyalurannya lebih bersifat umum.
f.         Maksud dan tujuan zakat mengandung bimbingan spiritual yang tinggi, sedangkan pajak tidak.[18]
Perbedaan antara zakat dan pajak ialah (1) zakat adalah kewajiban agama yang ditetapkan oleh Allah, sedangkan pajak adalah kewajiban warga negara yang ditentukan oleh pemerintah, (2) yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang-orang Islam, sedang yang wajib membayar pajak tidak hanya orang-orang Islam saja, tetapi semua warga negara dan orang asing tanpa memandang agama yang dipeluknya, (3) yang berhak menerima zakat sudah tertentu kelompokya, sedang yang berhak menikmati pajak adalah semua penduduk yang ada dalam suatu negara, (4) sanksi tidak membayar zakat adalah dosa, karena tidak memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya, sedang sanksi tidak membayar pajak hanya denda atau hukuman saja, (5) zakat tidak mungkin dihapuskan karena merupakan rukun Islam (ketiga), sedang pajak mungkin saja diganti atau dihapuskan tergantung pada pertimbangan pemerintah dan keadaan keuangan negara.[19]
Secara sepintas perbedaan zakat dan Pajak antara lain;
a)    Zakat
ü Berarti bersih, berkembang, dan bertambah,
ü Dasar hukumnya Al-qur’an dan Sunnah,
ü Jaminan nisab dan haulnya ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, bersifat mutlak,
ü  
b)   Pajak
5.      UU Pengelolaan Zakat
Harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dituangkan dalam UU Pengelolaan Zakat, Bab IV tentang pengumpulan zakat. Di dalam Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan fitrah.
Pada ayat (2) disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat adalah:
·      Emas, perak, dan uang
·      Perdagangan dan perusahaan
·      Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan
·      Hasil pertambangan
·      Hasil peternakan
·      Hasil endapatan dan jasa
·      Rikaz
           Pada ayat (3) diatur tentang perhitungan zakat maal menurut nisab, kadar, dan waktu ditetapkan berdasarkan hukum agama.
6.      UU Pajak
Sedangkan pajak termasuk dalam Undang-Undang Pajak No.77/2000 dalam Pasal 9 dan Pasal 4 yanng menyebutkan tentang harta zakat, hibahan, dan bantuan.[20]






















BAB III
PENUTUP


A.      Kesimpulan
Bahwasannya sebab zakat dan syarat zakat merupakan suatu kesatuan. Sehingga seseorang wajib mengeluarkan zakat apabila harta yang akan dizakati sudah memenuhi syarat sahnya zakat. Syarat-syarat tersebut antara lain; pemilikan yang pasti, berkembang, melebihi kebutuhan pokok, bersih dari hutang, dan mencapai nisab. Apabila syarat sudah terpenuhi maka harus di imbangi dengan rukun zakat. Yang merupakan rukun zakat yakni; orang yang berzakat, harta yang dizakatkan dan orang yang menerima zakat.
Zakat dan pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi, namun zakat tidaklah identik dengan pajak meskipun zakat dan pajak memiliki persamaan. Namun, banyak hal yang membedakan antara zakat dan pajak, diantaranya :
B.       Saran


[1] Ali Mahmud Uqaily,Praktis dan Mudah Menghitung Zakat,(Solo: PT Aqwam Media Profetika, 2013), hlm. 12.
[2] April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit Sketsa, 2008),hlm.6.
[3] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), hal.95.
[4] Ibid.,hlm.95.
[5] Ibid.,hlm.96.
[6] Ibid.,hlm.97.
[7] April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit Sketsa, 2008),hlm.10.
[8] Amir Syarifuddin,Gari-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), hlm.40.
[9] Ibid., hlm. 40.
[10] Jurnal Akuntansi dan Manajemen Vol  5 No.1 Juni 2010 ISNN 1858-3687.hlm.37.
[11] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.41.
[12] Amir Syarifuddin,Gari-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), hlm.40.
[13] Ibid.,hlm.40.
[14] Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), hal.97-98.
[15] Gusfahmi,Pajak Menurut Syariah,(Jakarta:  Rajawali Pers, 2011),hlm.183.
[16] April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit Sketsa, 2008),hlm.65.
[17] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.50.
[18]April Purwanto, Cara Cepat Mneghitung Zakat,(Yogyajarta: Penerbit Sketsa, 2008),hlm.65-66.
[19] Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: zakat dan wakaf,(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Pers), 1988).hlm.50.
[20] Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Rukun Islam Ibadah tanpa Khilafiah Zakat, (Jakarta: Indocamp, 2008), hlm.77.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar